Mujahidah Sunnah
Doa Penawar Rasa Pesimis dan Merasa Sial
Allaahumma Laa Khaira Illaa Khairuka, wa Laa Thaira
Illaa Thairuka, wa Laa Ilaaha Ghairuka
“Ya Allah,
tidak ada kebaikan kecuali kebaikan yang berasal dari-Mu dan tidak ada kesialan
kecuali kesialan yang berasal dari-Mu (yang telah Engkau tetapkan), dan tidak
ada tuhan selain Engkau.” (Hadits shahih, riwayat Ahmad)
Dasar Hadits
Diriwayatkan
dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ
رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ
“Siapa
yang mengurungkan niatnya karena thiyarah, maka ia telah berbuat syirik.”
Lalu para sahabat bertanya, “Apa tebusan bagi hal itu?” Beliau bersabda,
“Hendaknya salah seorang mereka membaca,
اللَّهُمَّ
لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ وَلَا طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ
“Ya
Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan yang berasal dari-Mu dan tidak ada
kesialan kecuali kesialan yang berasal dari-Mu (yang telah Engkau tetapkan),
dan tidak ada tuhan selain Engkau.” (HR. Ahmad: 2/220, dari Abdullah bin
Amr radhiyallahu ‘anhuma. Dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam
Ta’liq Musnad Ahmad no. 7045)
Apa itu
Thiyarah?
Istilah
Thiyarah atau Tathayyur berasal dari kata thair (burung). Karena bangsa
Arab dahulu terbiasa meramal keberuntungan dan kesialan melalui burung dengan
cara melepas burung. Jika ia terbang ke kanan, maka mereka bersemangat melanjutkan
perjalan dan optimis mendapatkan kebaikan. Sebaliknya, jika terbang ke kiri,
mereka menganggap akan datang kesialan dan sehingga mengagalkan rencananya.
Thiyarah
atau tathayyur adalah anggapan sial karena melihat atau mendengar sesuatu,
ataupun karena sesuatu yang sudah maklum, seperti menikahkan pada bulan Suro
akan mendatangkan kesialan dan semisalnya. Dalam pengertian istilah ini,
tathayur tidak hanya dengan isyarat burung saja.
Thiyarah
atau tathayyur adalah anggapan sial karena melihat atau mendengar sesuatu,
ataupun karena sesuatu yang sudah maklum, seperti menikahkan pada bulan Suro
akan mendatangkan kesialan. . .
Thiyarah
termasuk adat jahiliyah. Mereka menyandarkan nasib baik dan buruk kepada
burung, kijang atau objek tathayyur lainnya. Sehingga mereka memutus rasa
tawakkalnya kepada Allah Ta’ala dan bersandar kepada selain-Nya. Ini merupakan
kesyirikan yang mengurangi kesempurnaan tauhid. Kemudian syariat yang hanif ini
membatalkannya. Syariat mengingkari semua bentuk tathayyur dan pengaruhnya
dalam mendatangkan kebaikan dan keburukan bagi seseorang.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam telah menegaskan berulang kali dalam hadits-haditsnya yang
meniadakan pengaruh thiyarah, “Tidak ada thiyarah.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Tujuh puluh ribu orang dari umatku akan
masuk jannah tanpa hisab. Mereka adalah orang-orang yang tidak meminta diobati
dengan cara Kay, tidak meminta diruqyah, dan tidak bertathayyur. Sedangkan
hanya kepada Allah-lah mereka bertawakkal.” (HR. Bukhari dan Muslim dari
Ibnu ‘Abbas)
Bahkan dalam
hadits dari Ibnu Mas’ud secara marfu’, bahwa thiyarah bagian dari kesyirikan,
الطِّيَرَةُ
شِرْكٌ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ
“Thiyarah
itu syirik, thiyarah itu syirik –sebanyak tiga kali-.” (HR. Abu Dawud,
al-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan lainnya. Hadits ini dishahihkan oleh
Al-Albani dalam Silsilah Shahihah, no. 429)
Diriwayatkan
dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ
رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ
“Siapa
yang mengurungkan niatnya karena thiyarah, maka ia telah berbuat syirik.”
(HR. Ahmad)
Fungsi dan
Manfaat Doa
Dalam
kehidupan kita banyak keyakinan-keyakinan batil yang tersebar di masyarakat.
Misalnya, ketika seorang muslim merencanakan safar, lalu sebelum berangkat ada
burung gagak yang terbang dan suaranya yang berkoar-koar. Kemudian dia merasa
akan datang musibah dan kesialan, sehingga dia menggagalkan rencananya atau tetap
menjalankan rencananya dengan penuh kekhawatiran.
Merasa sial
karena mendengar suara burung gagak di atas disebut tathayur (merasa
sial/pesimis). Dan ini berlaku terhadap semua benda atau suara yang dijadikan
sebagai objek tathayyur, misalnya melihat seorang buta ketika akan berdagang
yang lalu muncul anggapan akan merugi dan semisalnya.
Keyakinan
semacam ini termasuk perbuatan syirik yang menghilangkan kesempurnaan tauhid.
Karena seseorang yang bertathayur telah memutus rasa tawakkalnya kepada Allah
dan bersandar kepada selainnya. Juga, orang yang bertathayyur bergantung kepada
sesuatu yang tidak jelas, bahkan hanya angan-angan dan hayalan yang tidak
memiliki kaitan antara sebab dan akibat, baik langsung atau tidak. Orang yang
berkeyakinan seperti ini, telah menciderai tauhidnya, karena tauhid adalah
ibadah dan isti’anah (meminta pertolongan) kepada Allah semata. Sedangkan orang
yang bertathayur akan mengagalkan rencananya tadi karena thiyarah.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ رَدَّتْهُ
الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ
“Siapa
yang mengurungkan niatnya karena thiyarah, maka ia telah berbuat syirik.”
(HR. Ahmad)
Dikabarkan
oleh Ibnu Mas’ud bahwa perasaan thiyarah (merasa sial/pesimis karena melihat
atau mendengar sesuatu) sering hadir pada diri kita, tak seorangpun dari kita
yang kecuali pernah terbersit thatayyur dalam hatinya. Bagi orang yang lemah
iman, maka dia akan menggagalkan rencana dan hajatnya tersebut. Atau yang lebih
ringan, dia tetap menjalankan tapi dengan dihantui rasa takut, khawati, dan
was-was.
TATHAYYUR
termasuk perbuatan syirik yang menghilangkan kesempurnaan tauhid.
Karena
seseorang yang bertathayur telah memutus rasa tawakkalnya kepada Allah dan
bersandar kepada selainnya.
Sedangkan
cara untuk mengatasi rasa pesimis dan merasa sial tadi adalah dengan
bertawakkal kepada Allah dengan tetap menjalankan rencana baiknya. Ibnu Mas’ud radhiyallahu
‘anhu berkata,
وَمَا مِنَّا
إِلَّا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ
“Dan
tidaklah salah seorang kita kecuali (terbersit thatayyur dalam hatinya) tetapi
Allah menghilangkannya dengan tawakkal.” (HR. Abu Dawud dan lainnya. Hadits
ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah, no. 429)
Dan salah
satu cara untuk menangkal thatayyur –sebagaimana yang diajarkan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam adalah- dengan membaca doa di atas yang berisi tawakkal
kepada Allah dan berharap kebaikan dari-Nya.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang mengurungkan niatnya karena
thiyarah, maka ia telah berbuat syirik.” Lalu para sahabat bertanya, “Apa
tebusan bagi hal itu?” Beliau bersabda, “Hendaknya salah seorang mereka
membaca,
اللَّهُمَّ
لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ وَلَا طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ
“Ya
Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan yang berasal dari-Mu dan tidak ada
kesialan kecuali kesialan yang berasal dari-Mu (yang telah Engkau tetapkan),
dan tidak ada tuhan selain Engkau.” (HR. Ahmad: 2/220, dari Abdullah bin
Amr radhiyallahu ‘anhuma. Dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam
Ta’liq Musnad Ahmad no. 7045)
cara untuk
mengatasi rasa pesimis dan merasa sial karen tathayyur adalah dengan
bertawakkal kepada Allah dengan tetap menjalankan rencana baiknya dan berdoa
dengan doa di atas.
Kandungan
Doa
1. Doa di
atas mengajarkan agar hati senantiasa bergantung kepada Allah dalam meraih
manfaat dan menolak keburukan. Dan inilah tauhid yang sebenarnya. Jika demikan,
maka thiyarah yang terbersit dalam hati seorang hamba tidak membahayakannya.
Hal itu karena dia tidak mempercayainya sehingga tetap melaksanakan
rencana/niat baiknya sambil menguatkan tawakkalnya kepada Allah dan berpaling
dari selain-Nya, salah satunya dengan membaca doa di atas.
Sesunguhnya
thiyarah bisa menyebabkan kerugian dan yang dikhawatirkan benar terjadi karena
persangka buruknya. Hal itu diakibatkan karena tidak murni dan tidak benar
tawakkalnya kepada Allah, dan karena menuruti bisikan-bisikan syetan.
2. Bahwa Allah
semata yang mendatangkan kebaikan bagi hamba dengan iradah (keinginan)
dan masyi’ah (kehendak)-Nya. Begitu juga Allah semata yang kuasa
menangkal keburukan dan kesialan dari hamba dengan kuasa dan kebaikan-Nya.
Karena tidak ada kebaikan kecuali itu berasal dari-Nya.
3.Jika ada
keburukan yang menimpa hamba, maka hakikatnya keburukan itu berasal dari-Nya,
hanya saja itu disebabkan oleh tingkah laku dan kemaksiatannya sendiri. Allah
Ta’ala berfirman,
مَا
أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ
نَفْسِكَ
“Apa saja
nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang
menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. Al-Nisa’: 79)
4. Doa di
atas mengajarkan bahwa semua kebaikan ada di tangan Allah sehingga hanya
kepada-Nya kita meminta dan bertawakkal.
[PurWD/voa-islam.com]
Oleh: Badrul
Tamam
Manusia
hidup dalam keterbatasan. Hal inilah yang kemudian mengilhami mereka untuk
menciptakan pernyataan bahwa “tidak ada manusia yang sempurna”. Dalam
keterpurukan hidup dan kesempitan hati, sering kali mereka akhirnya sampai pada
di titik nadir dan bernafas dalam pasrah.
Kesempatan
inilah yang kemudian mengilhami manusia untuk sekejap menengadahkan
tangan memohon kepada yang Maha kuasa atas segala sesuatu. Semua terukir indah
dalam lantunan doa yang dipanjatkan, dengan harapan bahwa kesulitan dapat
terangkat dan beban hidup dapat berkurang.
Disinilah
pula terletak pembuktian nyata betapa Allah sangat mengasihi dan Maha Kuasa
atas para hambanya. Allah Subhanahu Wata’ala tidak akan pernah repot ataupun
menolak segala keluh kesah mereka. Bahkan Allah Sang Maha Pengasih pun marah ketika
manusia tidak meminta.
Doa yang
kita panjatkan adalah bentuk nyata pengakuan dengan rendah hati bahwa Allah
‘Azza wa Jalla adalah Maha Penguasa Langit dan bumi. Permohonan yang kita
sampaikan tersebut bukan lantas menjadikan kita manusia yang rendah. Yang
terjadi justru sebaliknya, doa menghapus jarak hati manusia yang jauh dengan
penciptanya.
…Doa yang
kita panjatkan adalah bentuk nyata pengakuan dengan rendah hati bahwa Allah
‘Azza wa Jalla adalah Maha Penguasa Langit dan bumi…
Doa adalah
pengakuan atas dosa yang sungguh-sungguh serta sebuah permohonan bagi
pengampunan untuk diri yang berdosa. Lewat doa, bagi para manusia yang
percaya,mereka akan kembali mendapatkan nafas hidupnya. Jelasnya, tanpa doa
batin hidup manusia mungkin telah mengalami kematian.
Doa adalah
pengakuan bahwa kita memerlukan pertolongan di luar batas kemampuan kita
sendiri. Seseorang yang membentuk karakter dalam gaya hidup orang beriman,
tentulah akan merajinkan dirinya untuk selalu lekat dalam permohonan kepada
Allah Subhanahu Wata’ala.
Doa juga
merupakan jembatan pernyataan terima kasih dan syukur kita kepada Sang Maha
Pencipta, atas apapun yang dianugrahkan kepada kita, baik kesenangan ataupun
kesedihan.
…Doa ibarat
sebuah proposal tentang beberapa perubahan jalan hidup kita selanjutnya.
Tentunya menuju yang lebih indah. Karena itu doa menjadi tidak saja sekedar
sebuah seremoni ritual, tetapi juga merupakan bentuk kesadaran manusia, bahwa
manusia membutuhkan yang Maha sempurna untuk membantu mengubah hidup mereka
menjadi lebih baik…
Benar adanya
bila kita berpendapat bahwa memang tidak ada yang kebetulan dalam dunia
ini. Setiap detik atas kesenangan dan kesedihan sudah digariskan. Dan
lewat doa, kita seperti mengajukan sebuah proposal tentang beberapa perubahan
jalan takdir kita selanjutnya. Tentunya menuju yang lebih indah. Doa adalah
ibarat sebuah proposal di mana kita membeberkan apa kebutuhan dan latar
belakang kita mengajukan permohonan itu, lengkap dengan tujuan, sasaran apa
yang kita inginkan, kapan kita ingin mencapainya, dan metodologi atau proses
apa yang akan kita lakukan dalam merealisasikan semua itu.
Semuanya
secara rinci kita “tuliskan” dalam proposal tersebut. Dan akhirnya … doa, tidak
saja sekedar sebuah seremoni ritual, tetapi juga merupakan bentuk kesadaran kita
sebagai manusia, bahwa ternyata dalam melakukan berbagai pekerjaan yang kita
rencanakan, kita membutuhkan yang Maha sempurna untuk membantu kita.
Namun berdoa
bukanlah sebuah bentuk pekerjaan pasif di mana kita menunggu dari Allah
subhanahu Wata’ala tentang apa yang kita harapkan. Tetapi berdoa adalah
perbuatan aktif di mana kita memberi laporan tentang diri kita kepada Nya.
Banyak orang
lantas berpikir, mengapa saya sudah rajin meminta dan berdoa namun belum
kunjung dikabulkan?
Pernahkah
kita mengadakan kilas balik kualitas diri kita dalam berdoa?. Doa setiap hamba
kepada Sang Khaliq akan selalu dikabulkan namun tergantung pada kualitas
hambanya yang berdoa. Doa yang masih tertunda untuk terkabul mungkin adalah
salah satu peringatan Allah kepada kita untuk memperbaiki kualitas diri dan
ketaqwaanNya kepada Allah.
Pernahkah
juga kita meneliti kembali ketaqwaan kita dalam berdoa?. Setiap orang yang
berdoa agar doa dikabulkan hendaknya meningkatkan keimanan dan ketaqwaanNya,
sehingga Allah memandang memang sepantasnya lah doa itu dikabulkan. Seperti
seorang ibu yang mendoakan agar anaknya menjadi orang yang sholeh, namun si ibu
tersebut menghabiskan waktu hidupnya untuk larut dalam pekerjaan duniawi saja,
dan melupakan kewajibannya untuk mendidik anaknya tentang Islam. Maka agar
mendapatkan anak yang sholeh, seperti permohonan dalam doa, dirinya wajib untuk
meningkatkan kualitas ketaqwaannya.
…Yakinlah,
ketika kita mencari Allah Subhanahu Wata’ala lewat khusuknya lantunan doa, kita
pasti akan menemukanNya, kecuali jika kita tidak bersungguh- sungguh dalam
menemukannya….
Pernahkah
pula kita mengkaji ulang amal Kebaikan kita sebelum kita meminta hal itu dalam
doa? Janji Allah Subhanahu Wata’ala untuk mengabulkan doa kita adalah nyata
adanya, namun hal itu tentu saja berlaku jika kita memang telah pantas menerima
nilai yang seharusnya kita terima. Lakukanlah dengan nyata kontribusi amal yang
lebih besar daripada yang kita inginkan dalam doa. Amal kebaikan yang telah
kita lakukan adalah salahsatu faktor penyebab dikabulkannya sebuah doa.
Berdoalah
dengan sebenar- benarnya. Dan lupakanlah bahwa kita berdoa hanya untuk membuat
telinga orang lain terkesan. Sampaikan permohonan doa dengan tulus, dan
ikhlas. Yakinlah, ketika kita mencari Allah lewat khusuknya doa, kita pasti
akan menemukanNya, kecuali jika kita tidak bersungguh- sungguh dalam
menemukannya….
Tanya:
Bagaimana
hukumnya mengusap muka setelah berdoa sehabis sholat fardhu? (081321401XXX)
Jawab:
Banyak orang
yang mengusap muka mereka setelah melakukan sholat ataupun berdo’a. Namun
benarkah amalan itu pernah dilakukan dan dicontohkan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya?
Memang kita
dapati banyak riwayat yang menjelaskan tentang mengusap muka dengan kedua
telapak tangan setelah berdoa, namun riwayat-riwayat tersebut tidak ada satupun
yang shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Berikut ini
beberapa riwayat tersebut:
Hadits
Pertama:
عَنْ عُمَرَ
بْنِ الْخَطَّابِ رَضِي اللَّه عَنْه قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ فِي الدُّعَاءِ لَمْ يَحُطَّهُمَا
حَتَّى يَمْسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ
“Dari Umar
bin Khattab Radliyallahu ’anhu ia berkata: “Adalah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, ketika mengangkat kedua tangannya untuk berdo’a, tidaklah
menurunkannya kecuali beliau mengusapkannya terlebih dahulu ke mukanya.”
Hadits ini lemah.
Hadits ini lemah.
Diriwayatkan
oleh At Tirmidzi (2/244), Ibnu ‘Asakir (7/12/2). Dengan sanad Hammaad ibn ‘Isa
al-Juhani dari Hanzalah ibn Abi Sufyaan al-Jamhi dari Salim ibn ‘Abdullah dari
bapaknya dari ‘Umar ibn al-Khatthab.
At Tirmidzi berkata : “Hadits ini gharib, kami hanya mendapatkannya dari Hammad ibn ‘Isa Al Juhani. Dan dia menyendiri dalam meriwayatkan hadits ini. Dia hanya mempunyai (meriwayatkan) beberapa hadits saja, tapi orang-orang meriwayatkan darinya.”
Al Hafidh Ibnu Hajar di dalam At Taqrib At Tahdzib, menjelaskan tentang riwayat hidupnya, menukil penilaian Ibnu Ma’in berkata: ‘Dia adalah Syaikh yang baik’, Abu Hatim berkata: ‘Lemah didalam (meriwayatkan) hadits’, Abu Dawud berkata: ‘Lemah, dia meriwayatkan hadits-hadits munkar’.
Hal senada dikatakan oleh Hakim, Naqash, Ad Daraquthni dan Ibnu Hibban. (Lihat Irwaul Ghalil 2/178)
At Tirmidzi berkata : “Hadits ini gharib, kami hanya mendapatkannya dari Hammad ibn ‘Isa Al Juhani. Dan dia menyendiri dalam meriwayatkan hadits ini. Dia hanya mempunyai (meriwayatkan) beberapa hadits saja, tapi orang-orang meriwayatkan darinya.”
Al Hafidh Ibnu Hajar di dalam At Taqrib At Tahdzib, menjelaskan tentang riwayat hidupnya, menukil penilaian Ibnu Ma’in berkata: ‘Dia adalah Syaikh yang baik’, Abu Hatim berkata: ‘Lemah didalam (meriwayatkan) hadits’, Abu Dawud berkata: ‘Lemah, dia meriwayatkan hadits-hadits munkar’.
Hal senada dikatakan oleh Hakim, Naqash, Ad Daraquthni dan Ibnu Hibban. (Lihat Irwaul Ghalil 2/178)
Hadits
Kedua:
عَنِ
السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا دَعَا فَرَفَعَ يَدَيْهِ مَسَحَ وَجْهَهُ بِيَدَيْهِ
“Dari Said
bin Yazid dari bapaknya bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika
berdo’a dan mengangkat kedua tangannya, maka beliau mengusap wajahnya dengan
kedua tangannya tersebut.”
Hadits ini
Dha’if (lemah).
Diriwayatkan
oleh Abu Dawud (1492) dari Ibnu Lahi’ah dari Hafsh bin Hisyam bin ‘Utbah bin
Abi Waqqash dari Sa’ib bin Yazid dari ayahnya.
Ini adalah hadits dha’if berdasarkan pada Hafsh bin Hisyam karena dia tidak dikenal (majhul) dan lemahnya Ibnu Lahi’ah (Taqribut Tahdzib). (Lihat Irwaul Ghalil 2/179)
Ini adalah hadits dha’if berdasarkan pada Hafsh bin Hisyam karena dia tidak dikenal (majhul) dan lemahnya Ibnu Lahi’ah (Taqribut Tahdzib). (Lihat Irwaul Ghalil 2/179)
Hadits
Ketiga
عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا
دَعَوْتَ اللَّهَ فَادْعُ بِبَاطِنِ كَفَّيْكَ وَلَا تَدْعُ بِظُهُورِهِمَا
فَإِذَا فَرَغْتَ فَامْسَحْ بِهِمَا وَجْهَكَ
“Dari Ibnu
Abbas. Ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika
engkau berdo’a kepada Allah, mohonlah dengan kedua telapakmu yang bagian dalam,
janganlah engkau memohon dengan punggung kedua telapak tangan. Dan jika engkau
sudah selesai (berdo’a) maka usapkan kedua (telapak tangan) tersebut
kewajahmu”.
Hadits ini
lemah.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Majah (1181, 3866), Ibnu Nashr dalam Qiyaamul-Lail (hal. 137),Ath
Thabarani dalam Al-Mu’jam al-Kabir (3/98/1) & Hakim (1/536), dari Shalih
ibn Hassan dari Muhammad ibn Ka’b dari Ibnu ‘Abbas radiallaahu ‘anhu (marfu’).
(Lihat Irwaul Ghahlil 2/179)
Hadits
Keempat
سَلُوا
اللَّهَ بِبُطُونِ أَكُفِّكُمْ وَلَا تَسْأَلُوهُ بِظُهُورِهَا فَإِذَا فَرَغْتُمْ
فَامْسَحُوا بِهَا وُجُوهَكُمْ
“Mohonlah
kalian kepada Allah dengan kedua telapakmu yang bagian dalam, janganlah kalian
memohon kepada-Nya dengan punggung kedua telapak tangan. Dan jika kalian sudah
selesai (berdo’a) maka usapkan kedua (telapak tangan) tersebut kewajah kalian”.
Hadits ini
Lemah.
Dilemahkan
oleh Imam Nawawi (lihat Nazlul Abrar : 36), Al Baghawi dalam Syarah Sunnah
5/203, AL Bushiri dalam Az-Zawaid (Misbahuz Zujajah) 1/141, Syeikh Albani
dalam As-Shahihah 2/146 dan Syaikh Bakar Abu Zaid dalam Mashul Wajhi 9-21.
Inilah
beberapa riwayat tentang mengusap wajah setelah berdoa, yang kesemuanya tidak
shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, oleh karenanya
riwayat-riwayat tersebut tidak dapat dijadikan sebagai hujjah dalam masalah
ini.
Justru kita
dapatkan pengingkaran dari para ulama salaf tentang mengusap wajah setelah
berdoa ini diantaranya:
- Imam Anas Bin Malik.
Imam AL
Maruzi mengatakan dalam Kitabul Witri hal : 236 : “Imam Malik bin Anas
Rahimahullah ditanya tentang seorang laki-laki yang mengusapkan kedua telapak
tangannya kewajahnya setelah berdoa. Lalu beliau mengingkarinya seraya berkata:
“Aku tidak tahu (sunnahnya).”
- Abdullah bin Mubarak.
Imam Baihaqi
(2/212) meriwayatkan dari Al Basyani ia berkata: “Aku bertanya kepada Abdullah
yakni Ibnu Mubarak tentang orang yang berdoa kemudian mengusap wajahnya, beliau
menjawab : “Aku tidak mendapati pijakan (dalil) yang kuat tentang persoalan
itu.”
- Imam Izz bin Abdussalam.
Imam Al
Munawi dalam Faidhul Qadir 1/369 mengatakan: Imam Izz bin Abdussalam berkata:
“Tidaklah mengusap wajahnya kecuali orang yang jahil.”
- Imam An Nawawi.
Dalam Kitab
beliau al Majmu’ sebagaimana dinukil oleh Ibnu Allan dalam Syarah Al
Adzkar2/311, beliau mengatakan: “Tidak disunnahkan mengusap (wajah) setelah
berdoa diluar sholat.”
- Imam Ibnu Taimiyah.
Di dalam
Majmu’ Fatawa (22/519) beliau mengatakan: “Banyak hadits-hadits yang shahih
yang menjelaskan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua
tangan beliau dalam berdoa. Sedangkan tentang mengusap wajah dengan kedua
tangan beliau (setelah berdoa) tidak banyak riwayat dari beliau kecuali satu
atau dua riwayat saja, dan kedua riwayat itupun tidak bisa dijadikan sebagai
hujjah (lantaran periwayatannya yang lemah). Wallahu A’lam.”
Oleh
karenanya pendapat yang paling kuat adalah tidak disyari’atkannya mengusap
wajah dengan kedua tangan setelah berdoa, baik itu dalam sholat seperti ketika
membaca doa qunut maupun diluar sholat saat seseorang berdoa memohon kepada
Allah Ta’ala. (Lihat kitab Juz Fi Mashil Wajhi Bil Yadaini ba’da Raf’ihima
liddu’a, Syeikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid)
Waktu Mustajabah
Abu Muawiah
06 Shafar
Dari Abu
Hurairah -radhiallahu anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-
bersabda:
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
“Keadaan dimana seorang hamba menjadi paling dekat dengan Rabbnya adalah ketika dia dalam keadaan sujud, karenanya perbanyaklah doa (ketika sujud).” (HR. Muslim: 1/350)
Dari Anas bin Malik -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
الدُّعَاءُ لَا يُرَدُّ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ
“Doa di antara azan dan iqamah tidak akan ditolak.” (HR. At-Tirmizi: 1/415 dan 5/577, Abu Daud: 1/144. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Irwa` Al-Ghalil: 1/261 no. 244, dan Shahih Al-Jami’: 3/150)
Dari Sahl bin Sa’ad -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
ثِنْتَانِ لَا تُرَدَّانِ أَوْ قَلَّمَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَعِنْدَ الْبَأْسِ حِينَ يُلْحِمُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا
“Dua doa yang tidak akan ditolak atau jarang sekali ditolak: Doa ketika azan dan doa ketika terjadi peperangan tatkala mereka sudah saling menyerang.” (HR. Abu Daud: 3/21 dan Ad-Darimi: 1/217. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Daud: 2/483)
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ
“Rabb kita -Tabaraka wa Ta’ala- turun setiap malam ke langit dunia ketika sudah tersisa sepertiga malam terakhir. Lalu Dia berfirman, “Siapa yang berdoa kepada-Ku maka Aku akan mengabulkannya, siapa yang meminta kepada-Ku maka Aku akan memberinya, dan siapa yang meminta ampun kepada-Ku maka Aku akan mengampuninya.” (HR. Al-Bukhari no. 1145 dan Muslim no. 758)
Dari Jabir -radhiallahu anhu- dia berkata: Aku mendengar Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
إِنَّ فِي اللَّيْلِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ
“Sesungguhnya di malam hari ada satu waktu, dimana tidak ada seorang muslimpun yang meminta kebaikan kepada Allah ada waktu itu -baik kebaikan dunia maupun akhirat-, kecuali Allah akan memenuhi permintaannya, dan satu waktu itu ada pada setiap malam.” (HR. Muslim: 1/521)
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
“Keadaan dimana seorang hamba menjadi paling dekat dengan Rabbnya adalah ketika dia dalam keadaan sujud, karenanya perbanyaklah doa (ketika sujud).” (HR. Muslim: 1/350)
Dari Anas bin Malik -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
الدُّعَاءُ لَا يُرَدُّ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ
“Doa di antara azan dan iqamah tidak akan ditolak.” (HR. At-Tirmizi: 1/415 dan 5/577, Abu Daud: 1/144. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Irwa` Al-Ghalil: 1/261 no. 244, dan Shahih Al-Jami’: 3/150)
Dari Sahl bin Sa’ad -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
ثِنْتَانِ لَا تُرَدَّانِ أَوْ قَلَّمَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَعِنْدَ الْبَأْسِ حِينَ يُلْحِمُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا
“Dua doa yang tidak akan ditolak atau jarang sekali ditolak: Doa ketika azan dan doa ketika terjadi peperangan tatkala mereka sudah saling menyerang.” (HR. Abu Daud: 3/21 dan Ad-Darimi: 1/217. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Daud: 2/483)
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ
“Rabb kita -Tabaraka wa Ta’ala- turun setiap malam ke langit dunia ketika sudah tersisa sepertiga malam terakhir. Lalu Dia berfirman, “Siapa yang berdoa kepada-Ku maka Aku akan mengabulkannya, siapa yang meminta kepada-Ku maka Aku akan memberinya, dan siapa yang meminta ampun kepada-Ku maka Aku akan mengampuninya.” (HR. Al-Bukhari no. 1145 dan Muslim no. 758)
Dari Jabir -radhiallahu anhu- dia berkata: Aku mendengar Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
إِنَّ فِي اللَّيْلِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ
“Sesungguhnya di malam hari ada satu waktu, dimana tidak ada seorang muslimpun yang meminta kebaikan kepada Allah ada waktu itu -baik kebaikan dunia maupun akhirat-, kecuali Allah akan memenuhi permintaannya, dan satu waktu itu ada pada setiap malam.” (HR. Muslim: 1/521)
Penjelasan
ringkas:
Pada dasarnya, kapanpun seorang berdoa kepada Allah -dengan memenuhi semua adab dan syaratnya serta tidak ada sesuatu yang menghalanginya-, maka pasti doanya akan dikabulkan oleh Allah Ta’ala. Hanya saja ada beberapa waktu yang ditunjukkan oleh nash-nash syara’ bahwa berdoa pada waktu-waktu tersebut lebih berpotensi untuk dikabulkan dibandingkan selainnya.
Di antara waktu-waktu itu -sebagaimana yang tersebut dalam dalil-dalil di atas- adalah:
1. Saat sujud, baik di dalam maupun di luar shalat, baik sujud tilawah, sujud sahwi, dan sujud apa saja yang dilakukan untuk Allah Ta’ala.
2. Di antara azan dan iqamah pada semua shalat yang disyariatkan padanya azan dan iqamah. Baik dia azan pada waktunya maupun azannya terundur dari waktu masuknya shalat.
3. Ketika pasukan kaum muslimin sudah berhadapan dengan pasukan musuh dalam jihad fii sabilillah.
4. Setiap malam pada 1/3 malam terakhir.
Pada dasarnya, kapanpun seorang berdoa kepada Allah -dengan memenuhi semua adab dan syaratnya serta tidak ada sesuatu yang menghalanginya-, maka pasti doanya akan dikabulkan oleh Allah Ta’ala. Hanya saja ada beberapa waktu yang ditunjukkan oleh nash-nash syara’ bahwa berdoa pada waktu-waktu tersebut lebih berpotensi untuk dikabulkan dibandingkan selainnya.
Di antara waktu-waktu itu -sebagaimana yang tersebut dalam dalil-dalil di atas- adalah:
1. Saat sujud, baik di dalam maupun di luar shalat, baik sujud tilawah, sujud sahwi, dan sujud apa saja yang dilakukan untuk Allah Ta’ala.
2. Di antara azan dan iqamah pada semua shalat yang disyariatkan padanya azan dan iqamah. Baik dia azan pada waktunya maupun azannya terundur dari waktu masuknya shalat.
3. Ketika pasukan kaum muslimin sudah berhadapan dengan pasukan musuh dalam jihad fii sabilillah.
4. Setiap malam pada 1/3 malam terakhir.
Beberapa
waktu lain yang belum tersebut di atas:
1. Satu waktu di hari jum’at.
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- pernah menyebutkan tentang hari jum’at lalu beliau bersabda, “Padanya ada satu waktu dimana tidak ada seorang muslimpun yang sedang berdiri mengerjakan shalat pada waktu itu lalu dia meminta apapun kepada Allah Ta’ala kecuali Allah akan memenuhi permintaannya,” dan beliau berisyarat dengan tangannya untuk menunjukkan sangat sebentarnya waktu itu.” (HR. Al-Bukhari: 1/253 no. 935 dan Muslim: 2/583 no. 852)
Adapun waktu tepatnya maka dia adalah setelah ashar sampai maghrib. Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Sesungguhnya pada hari jum’at betul-betul terdapat satu waktu dimana tidaklah seorang muslim meminta kebaikan kepada Allah pada waktu itu kecuali Dia akan memenuhi permintaannya, dan waktu itu setelah ashar.” (HR. Ahmad: 2/272 dan dia didukung oleh hadits setelahnya)
Dari Jabir -radhiallahu anhu- dari Nabi -shallallahu alaihi wasallam- beliau bersabda, “Hari jum’at itu ada 12 waktu, di antaranya ada waktu dimana tidaklah ada seorang muslim yang meminta kebaikan kepada Allah pada waktu itu kecuali Allah akan memenuhi permintaannya, maka carilah waktu itu di waktu terakhir setelah ashar.” (HR. Abu Daud: 1/275 no. 1048 dan An-Nasai: 3/99-100, dan sanadnya hasan)
Ibnu Al-Qayyim -rahimahullahu Ta’ala- dan ulama lainnya menguatkan bahwa waktu yang dimaksudkan pada hari jum’at adalah setelah ashar. (Lihat Zaad Al-Ma’ad: 2/388-397)
1. Satu waktu di hari jum’at.
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- pernah menyebutkan tentang hari jum’at lalu beliau bersabda, “Padanya ada satu waktu dimana tidak ada seorang muslimpun yang sedang berdiri mengerjakan shalat pada waktu itu lalu dia meminta apapun kepada Allah Ta’ala kecuali Allah akan memenuhi permintaannya,” dan beliau berisyarat dengan tangannya untuk menunjukkan sangat sebentarnya waktu itu.” (HR. Al-Bukhari: 1/253 no. 935 dan Muslim: 2/583 no. 852)
Adapun waktu tepatnya maka dia adalah setelah ashar sampai maghrib. Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Sesungguhnya pada hari jum’at betul-betul terdapat satu waktu dimana tidaklah seorang muslim meminta kebaikan kepada Allah pada waktu itu kecuali Dia akan memenuhi permintaannya, dan waktu itu setelah ashar.” (HR. Ahmad: 2/272 dan dia didukung oleh hadits setelahnya)
Dari Jabir -radhiallahu anhu- dari Nabi -shallallahu alaihi wasallam- beliau bersabda, “Hari jum’at itu ada 12 waktu, di antaranya ada waktu dimana tidaklah ada seorang muslim yang meminta kebaikan kepada Allah pada waktu itu kecuali Allah akan memenuhi permintaannya, maka carilah waktu itu di waktu terakhir setelah ashar.” (HR. Abu Daud: 1/275 no. 1048 dan An-Nasai: 3/99-100, dan sanadnya hasan)
Ibnu Al-Qayyim -rahimahullahu Ta’ala- dan ulama lainnya menguatkan bahwa waktu yang dimaksudkan pada hari jum’at adalah setelah ashar. (Lihat Zaad Al-Ma’ad: 2/388-397)
2.
Ketika meminum air zam-zam jika disertai dengan niat yang baik.
Dari Jabir -radhiallahu anhu- dari Nabi -shallallahu alaihi wasallam- beliau bersabda, “Air zam-zam itu untuk apa dia diminum.” (HR. Ibnu Majah: 2/1018 dan Ahmad: 3/357,372. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Irwa` Al-Ghalil: 4/320 no. 1123, dalam Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 83, dan selainnya)
Dari Jabir -radhiallahu anhu- dari Nabi -shallallahu alaihi wasallam- beliau bersabda, “Air zam-zam itu untuk apa dia diminum.” (HR. Ibnu Majah: 2/1018 dan Ahmad: 3/357,372. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Irwa` Al-Ghalil: 4/320 no. 1123, dalam Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 83, dan selainnya)
3.
Setelah membaca shalawat untuk Nabi -shallallahu alaihi wasallam- pada
tasyahud terakhir.
Dari Abdullah bin Mas’ud -radhiallahu anhu- dia berkata, “Aku sedang shalat sementara Nabi -shallallahu alaihi wasallam- sedang bersama Abu Bakar dan Umar. Tatkala aku sedang duduk (di dalam shalat), aku mulai memuji Allah kemudian bershalawatt kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam-, kemudian aku berdoa untuk diriku. Maka Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Mintalah maka permintaanmu akan dipenuhi, mintalah maka permintaanmu akan dipenuhi.” (HR. At-Tirmizi: 2/488, An-Nasai, dan Ahmad: 1/26,38. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmizi no. 2765 dan dalam Shahih An-Nasai no. 1217)
Dari Fudhalah -radhiallahu anhu- bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- mendengar seorang lelaki shalat lalu dia mengangungkan Allah dan memuji-Nya serta bershalawat kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam-. Maka Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Berdoalah kamu maka doamu akan dikabulkan, dan mintalah kamu maka permintaanmu akan dipenuhi.” (HR. An-Nasai: 33/44,45 dan At-Tirmizi: 5/516. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih An-Nasai: 1/275)
Dari Abdullah bin Mas’ud -radhiallahu anhu- dia berkata, “Aku sedang shalat sementara Nabi -shallallahu alaihi wasallam- sedang bersama Abu Bakar dan Umar. Tatkala aku sedang duduk (di dalam shalat), aku mulai memuji Allah kemudian bershalawatt kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam-, kemudian aku berdoa untuk diriku. Maka Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Mintalah maka permintaanmu akan dipenuhi, mintalah maka permintaanmu akan dipenuhi.” (HR. At-Tirmizi: 2/488, An-Nasai, dan Ahmad: 1/26,38. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmizi no. 2765 dan dalam Shahih An-Nasai no. 1217)
Dari Fudhalah -radhiallahu anhu- bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- mendengar seorang lelaki shalat lalu dia mengangungkan Allah dan memuji-Nya serta bershalawat kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam-. Maka Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Berdoalah kamu maka doamu akan dikabulkan, dan mintalah kamu maka permintaanmu akan dipenuhi.” (HR. An-Nasai: 33/44,45 dan At-Tirmizi: 5/516. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih An-Nasai: 1/275)
4.
Ketika berdoa pada hari Arafah di padang Arafah bagi jamaah haji.
Dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Doa terbaik adalah yang diucapkan pada hari Arafah, dan ucapan terbaik yang saya dan para nabi sebelumku pernah ucapkan adalah, “Tidak ada sembahan yang hak selain Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya, hanya milik-Nya semua kekuasaan, hanya milik-Nya semua pujian, dan Dia Maha Mampu atas segala sesuatu.” (HR. At-Tirmizi dan Malik dalam Al-Muwaththa`: 1/422. Dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmizi: 3/184)
Dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Doa terbaik adalah yang diucapkan pada hari Arafah, dan ucapan terbaik yang saya dan para nabi sebelumku pernah ucapkan adalah, “Tidak ada sembahan yang hak selain Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya, hanya milik-Nya semua kekuasaan, hanya milik-Nya semua pujian, dan Dia Maha Mampu atas segala sesuatu.” (HR. At-Tirmizi dan Malik dalam Al-Muwaththa`: 1/422. Dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmizi: 3/184)
5.
Ketika ayam berkokok.
Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Jika kalian mendengar ayam berkokok maka mintalah keutamaan dari Allah karena sesungguhnya dia (ayam itu) melihat malaikat, dan jika kalian mendengar suara keledai maka berlindunglah kepada Allah dari setan karena sesungguhnya dia melihat setan.” )t(HR. Al-Bukhari: 4/89. Diriwayatkan juga oleh Muslim: 4/2092 dari hadits Abu Hurairah
Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Jika kalian mendengar ayam berkokok maka mintalah keutamaan dari Allah karena sesungguhnya dia (ayam itu) melihat malaikat, dan jika kalian mendengar suara keledai maka berlindunglah kepada Allah dari setan karena sesungguhnya dia melihat setan.” )t(HR. Al-Bukhari: 4/89. Diriwayatkan juga oleh Muslim: 4/2092 dari hadits Abu Hurairah
Pelajaran
tambahan dari hadits-hadits di atas:
1. Disunnahkannya memperbanyak sujud, dan memperbanyak doa di dalamnya.
2. Penetapan sifat an-nuzul (turun ke langit dunia) bagi Allah Ta’ala, dengan sifat an-nuzul yang sesuai dengan keagungan-Nya, tidak serupa dengan sifat ‘turun’ makhluk dan tidak boleh membagaimanakannya.
Dan sifat turun di sini tidak bertentangan dengan sifat istiwa` (tinggi) di atas arsy, karena pendapat yang paling kuat di kalangan ulama -dan ini yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiah- bahwa ketika Allah turun ke langit dunia maka arsy-Nya tidaklah kosong.
Jadi, sifat an-nuzul di sini adalah haqiqi, yakin Allah Ta’ala turun dengan Zat-Nya. Berbeda halnya dengan mazhab Al-Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan semacamnya yang menyatakan bahwa yang turun bukanlah Allah, akan tetapi yang turun adalah perintah atau rahmat-Nya. Ini jelas merupakan mazhab yang batil karena tahrif (memalingkan makna) kalam Allah dari maknanya yang haqiqi kepada makna yang tidak ditunjukkan oleh lafazh hadits.
Kami katakan: Bantahan kepada tahrif ini dari dua sisi:
1. Lanjutan haditsnya, “Siapa yang berdoa kepada-Ku maka Aku akan mengabulkannya, siapa yang meminta kepada-Ku maka Aku akan memberinya, dan siapa yang meminta ampun kepada-Ku maka Aku akan mengampuninya.” Dan yang bisa mengucapkan ucapan seperti ini hanyalah Allah Ta’ala.
2. Kalau memang yang turun adalah rahmat/perintah Allah, lantas apa manfaatnya buat manusia kalau rahmat dan perintah Allah hanya turun sampai di langit pertama, dan tidak turun ke bumi?!
1. Disunnahkannya memperbanyak sujud, dan memperbanyak doa di dalamnya.
2. Penetapan sifat an-nuzul (turun ke langit dunia) bagi Allah Ta’ala, dengan sifat an-nuzul yang sesuai dengan keagungan-Nya, tidak serupa dengan sifat ‘turun’ makhluk dan tidak boleh membagaimanakannya.
Dan sifat turun di sini tidak bertentangan dengan sifat istiwa` (tinggi) di atas arsy, karena pendapat yang paling kuat di kalangan ulama -dan ini yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiah- bahwa ketika Allah turun ke langit dunia maka arsy-Nya tidaklah kosong.
Jadi, sifat an-nuzul di sini adalah haqiqi, yakin Allah Ta’ala turun dengan Zat-Nya. Berbeda halnya dengan mazhab Al-Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan semacamnya yang menyatakan bahwa yang turun bukanlah Allah, akan tetapi yang turun adalah perintah atau rahmat-Nya. Ini jelas merupakan mazhab yang batil karena tahrif (memalingkan makna) kalam Allah dari maknanya yang haqiqi kepada makna yang tidak ditunjukkan oleh lafazh hadits.
Kami katakan: Bantahan kepada tahrif ini dari dua sisi:
1. Lanjutan haditsnya, “Siapa yang berdoa kepada-Ku maka Aku akan mengabulkannya, siapa yang meminta kepada-Ku maka Aku akan memberinya, dan siapa yang meminta ampun kepada-Ku maka Aku akan mengampuninya.” Dan yang bisa mengucapkan ucapan seperti ini hanyalah Allah Ta’ala.
2. Kalau memang yang turun adalah rahmat/perintah Allah, lantas apa manfaatnya buat manusia kalau rahmat dan perintah Allah hanya turun sampai di langit pertama, dan tidak turun ke bumi?!
Buletin
Dakwah Al Wala` Wal Bara’
Tidaklah
Islam itu kecuali kumpulan dari sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Ketika semua sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
baik aqidah, ibadah, akhlak, ucapan, perbuatan ataupun ketetapannya dikumpulkan
(dilaksanakan) maka akan tergambarlah Islam yang sempurna. Sebaliknya ketika
ummat Islam meninggalkan sunnah-sunnah beliau sedikit demi sedikit berarti
Islam akan hilang sedikit demi sedikit. Sebagaimana dikatakan oleh ‘Abdullah
Ad-Dailamiy, “Sesungguhnya pertama kali hilangnya agama (Islam) adalah
dengan ditinggalkannya sunnah. Agama ini akan hilang sesunnah demi sesunnah
sebagaimana lepasnya tali seutas demi seutas.” (Al-Lalika`iy 1/93 no.127,
Ad-Darimiy 1/58 no.97 dan Ibnu Wadhdhah di dalam Al-Bida’ wan Nahyu ‘anha:73,
lihat Lammud Duril Mantsuur minal Qaulil Ma`tsuur hal.21)
Karena
itulah selayaknya bagi kita ummat Islam menghidupkan sunnah beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam yang merupakan Islam itu sendiri. Dalam rangka menjaga
sunnah agar tetap dikenal dan diamalkan di tengah-tengah masyarakat, yang
dengannya Islam tetap eksis.
Walaupun
tidak mungkin bagi kita untuk mengamalkan seluruh sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam secara utuh. Dikarenakan kelemahan yang ada pada diri
kita. Akan tetapi yang diharapkan dan dituntut dari kita adalah kesemangatan
dan upaya yang kuat untuk melaksanakannya. Meskipun amalan tersebut hukumnya
mustahab/tidak wajib, tetap jangan sampai ditinggalkan. Semaksimal mungkin kita
berusaha mengamalkannya dengan meminta pertolongan kepada Allah. Karena yang
namanya mustahab itu bukan berarti untuk ditinggalkan akan tetapi dianjurkan
untuk diamalkan.
Ada beberapa
sunnah yang berupa do’a ataupun amalan yang mulai dilupakan oleh sebagian kaum
muslimin. Atau terlupakan oleh mereka dikarenakan kesibukan yang terus-menerus
membebani mereka. Seolah-olah mereka tidak ada waktu untuk mempelajari sunnah
dan mengamalkannya.
Sebenarnya
mereka mempunyai waktu untuk itu sebagaimana mereka punya waktu untuk dunia.
Akan tetapi permasalahannya adalah kurangnya niat dan semangat mereka untuk
mempelajari dan mengamalkan agamanya. Untuk itulah diperlukannya
nasehat-menasehati antara yang satu dengan lainnya. Yang ingat mengingatkan
kepada yang lalai. Dan yang mengetahui memberitahukan kepada yang tidak
mengetahui. Sehingga terbentuklah masyarakat yang Islami.
Di antara
sunnah-sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah adalah berdo’a. Di dalam berbagai
kegiatan yang kita lakukan, disunnahkan bagi kita untuk membaca do’a/dzikir
padanya. Di antaranya adalah:
1. Do’a
Memakai Baju/Pakaian
Kaum muslimin, rahimakumullaah. Hendaklah setiap kali kita memakai baju, baik gamis, baju koko, jaket, kaos ataupun jenis baju lainnya, kita membaca:
Kaum muslimin, rahimakumullaah. Hendaklah setiap kali kita memakai baju, baik gamis, baju koko, jaket, kaos ataupun jenis baju lainnya, kita membaca:
الْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِيْ كَسَانِيْ هَذَا (الثَّوْبَ) وَرَزَقَنِيْهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ
مِنِّيْ وَلاَ قُوَّةٍ
“Segala puji
bagi Allah yang telah memakaikan kepadaku pakaian ini dan yang telah memberikan
rizki pakaian ini kepadaku tanpa ada daya dan kekuatan dariku.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidziy dan
Ibnu Majah, lihat Irwaa`ul Ghaliil 7/47)
2. Do’a Memakai Baju Baru
Ketika kita memakai baju/pakaian yang baru maka disunnahkan untuk membaca:
Ketika kita memakai baju/pakaian yang baru maka disunnahkan untuk membaca:
اللَّهُمَّ
لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ كَسَوْتَنِيْهِ، أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهِ وَخَيْرِ مَا
صُنِعَ لَهُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ وَشَرِّ مَا صُنِعَ لَهُ
“Ya Allah,
segala puji hanya untuk-Mu. Engkau telah memakaikan pakaian ini kepadaku. Aku
meminta kepada-Mu akan kebaikannya dan kebaikan yang dibuat untuknya. Dan aku
berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan yang dibuat untuknya.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidziy dan
Al-Baghawiy, lihat Mukhtashar Syamaa`il At-Tirmidziy karya Asy-Syaikh
Al-Albaniy hal.47)
Kita meminta
kepada Allah kebaikan pakaian dikarenakan pakaian itu bisa digunakan sebagai
sarana untuk beribadah kepada-Nya. Sebaliknya kita meminta perlindungan dari
kejelekannya karena pakaian itu bisa menjadi sebab berbuat durhaka kepada-Nya
seperti adanya perasaan ‘ujub, sombong dan sejenisnya.
3. Mendo’akan
Orang yang Memakai Baju Baru
Apabila kita melihat orang lain, saudara ataupun teman kita memakai baju baru, maka disunnahkan bagi kita untuk mendo’akannya. Adapun do’anya adalah:
Apabila kita melihat orang lain, saudara ataupun teman kita memakai baju baru, maka disunnahkan bagi kita untuk mendo’akannya. Adapun do’anya adalah:
تُبْلِي
وَيُخْلِفُ اللهُ تَعَالَى
“Semoga
berumur panjang, dipakai sampai usang dan diganti dengan yang lebih baik oleh
Allah Ta’ala.” (HR. Abu
Dawud 4/41, lihat Shahih Abu Dawud 2/760)
Atau membaca:
Atau membaca:
اِلْبَسْ
جَدِيْدًا، وَعِشْ حَمِيْدًا، وَمُتْ شَهِيْدًا
“Pakailah
(pakaian) yang baru, hiduplah dengan terpuji, dan matilah sebagai orang yang
syahid.” (HR. Ibnu
Majah 2/1178 dan Al-Baghawiy 12/41, lihat Shahih Ibnu Majah 2/275)
4. Do’a ketika Melepas Baju
Apabila kita melepas baju/pakaian, hendaklah kita membaca:
Apabila kita melepas baju/pakaian, hendaklah kita membaca:
بِسْمِ اللهِ
“Dengan nama
Allah.” (HR.
At-Tirmidziy 2/505 dan lainnya, lihat Irwaa`ul Ghaliil no.49 dan Shahiihul
Jaami’ 3/203)
5. Do’a Masuk WC
Do’a masuk WC atau kamar mandi dan tempat-tempat sejenisnya dibaca sebelum masuk. Karena kita dilarang membaca Al-Qur`an, berdzikir, berdo’a atau membaca Asma`ul Husna di tempat yang kotor dan najis seperti WC.
Do’a masuk WC atau kamar mandi dan tempat-tempat sejenisnya dibaca sebelum masuk. Karena kita dilarang membaca Al-Qur`an, berdzikir, berdo’a atau membaca Asma`ul Husna di tempat yang kotor dan najis seperti WC.
Apabila kita
akan masuk WC atau kamar mandi, maka ucapkanlah:
[بِسْمِ اللهِ] اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ
وَالْخَبَائِثِ
“Dengan nama
Allah. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari (gangguan) syaithan
laki-laki dan syaithan perempuan.” (HR. Al-Bukhariy 1/45 dan Muslim 1/283, dan tambahan
basmalah di awalnya, itu diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur, lihat Fathul
Baari 1/244)
6. Do’a Keluar dari WC
Apabila kita telah keluar dari WC atau kamar mandi, maka disunnahkan untuk membaca:
Apabila kita telah keluar dari WC atau kamar mandi, maka disunnahkan untuk membaca:
غُفْرَانَكَ
“(Aku
memohon) ampunan-Mu.” (HR. Abu
Dawud, At-Tirmidziy dan Ibnu Majah, An-Nasa`iy di dalam ‘Amalul Yaum wal
Lailah, lihat takhrij Zaadul Ma’aad 2/387)
7. Dzikir Sebelum Wudhu`
Apabila kita mau berwudhu` maka bacalah:
Apabila kita mau berwudhu` maka bacalah:
بِسْمِ اللهِ
“Dengan nama
Allah.” (HR. Abu
Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad, lihat Irwaa`ul Ghaliil 1/122)
8. Dzikir Setelah Selesai Wudhu`
Apabila selesai dari wudhu` maka disunnahkan bagi kita untuk membaca:
Apabila selesai dari wudhu` maka disunnahkan bagi kita untuk membaca:
أَشْهَدُ
أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
“Aku
bersaksi bahwasanya tidak ada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah
satu-satu-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad
adalah hamba dan utusan-Nya.” (HR. Muslim 1/209)
Atau
ditambah dengan membaca:
اللَّّهُمَّ
اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
“Ya Allah,
jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk
orang-orang yang selalu bersuci.” (HR. At-Tirmidziy 1/78, lihat Shahih At-Tirmidziy
1/18)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan keutamaannya, “Tidaklah salah seorang dari kalian berwudhu` lalu menyempurnakan wudhu`nya kemudian mengucapkan, “Aku bersaksi … .” kecuali akan dibukakan untuknya delapan pintu surga, dia akan masuk dari pintu manapun yang dia sukai.” (HR. Muslim 1/209)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan keutamaannya, “Tidaklah salah seorang dari kalian berwudhu` lalu menyempurnakan wudhu`nya kemudian mengucapkan, “Aku bersaksi … .” kecuali akan dibukakan untuknya delapan pintu surga, dia akan masuk dari pintu manapun yang dia sukai.” (HR. Muslim 1/209)
9. Dzikir Keluar dari Rumah
Apabila kita keluar dari rumah maka disunnahkan untuk membaca:
Apabila kita keluar dari rumah maka disunnahkan untuk membaca:
بِسْمِ اللهِ
تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ
“Dengan nama
Allah, aku hanya bertawakkal kepada Allah. Dan tidak ada daya dan kekuatan
kecuali dengan pertolongan Allah.” (HR. Abu Dawud 4/325 dan At-Tirmidziy 5/490, lihat Shahih
At-Tirmidziy 3/151)
اللَّهُمَّ إِنِّيْ
أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ، أَوْ
أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيْهِ
“Ya Allah,
aku berlindung kepada-Mu (jangan sampai) aku tersesat atau disesatkan,
tergelincir atau digelincirkan, berbuat zhalim atau dizhalimi, berbuat
kebodohan atau dibodohi.” (HR. Ash-haabus Sunan, lihat Shahih At-Tirmidziy 3/152 dan Shahih
Ibnu Majah 2/336)
10. Dzikir Masuk Rumah
Berkata Al-Imam An-Nawawiy, “Disukai bagi seseorang apabila masuk ke rumahnya untuk mengucapkan bismillaah dan memperbanyak berdzikir kepada Allah serta mengucapkan salam. Sama saja, apakah di rumah ada orang ataupun tidak.”
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
Berkata Al-Imam An-Nawawiy, “Disukai bagi seseorang apabila masuk ke rumahnya untuk mengucapkan bismillaah dan memperbanyak berdzikir kepada Allah serta mengucapkan salam. Sama saja, apakah di rumah ada orang ataupun tidak.”
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
فَإِذَا
دَخَلْتُمْ بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ
اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً
“Maka
apabila kalian memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini), hendaklah kalian
memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada diri
kalian sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkah lagi
baik.”
(An-Nuur:61)
Dan
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Anas
bin Malik radhiyallahu ‘anhu, “Wahai anakku! Apabila kamu masuk ke
keluargamu maka ucapkanlah salam! Yang akan menjadi berkah bagimu dan bagi keluargamu.”
(HR. At-Tirmidziy no.2841, hadits hasan dengan syawahidnya, lihat Shahih
Kitab Al-Adzkaar wa Dha’iifuh 1/101)
Demikian
juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apabila
seseorang masuk ke rumahnya, lalu berdzikir kepada Allah (menyebut nama Allah)
ketika memasukinya dan ketika makan, maka berkatalah syaithan, “Tidak ada
tempat menginap (bermalam) bagi kalian (yakni teman-temannya dari bangsa
jin-pent.) dan tidak ada makan malam.” Dan apabila dia masuk (ke rumahnya)
lalu tidak menyebut nama Allah ketika memasukinya, maka berkatalah syaithan,
“Kalian mendapatkan tempat menginap.” Dan apabila dia tidak menyebut nama
Allah ketika makan, maka berkatalah syaithan, “Kalian mendapatkan tempat
menginap dan makan malam.” (HR. Muslim no.2018 dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu
‘anhu)
Adapun do’a
masuk rumah dengan lafazh, “Bismillaahi Walajnaa wa Billaahi Kharajnaa, … .”
maka ini adalah hadits dha’if sebagaimana dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy
dan Asy-Syaikh Salim. Lihat Shahih Kitab Al-Adzkaar wa Dha’iifuh
1/101-103.
11. Do’a
Masuk Masjid
Apabila masuk masjid, maka kita disunnahkan untuk membaca shalawat dan salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta membaca do’a. Bacaannya sebagai berikut:
Apabila masuk masjid, maka kita disunnahkan untuk membaca shalawat dan salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta membaca do’a. Bacaannya sebagai berikut:
أَعُوْذُ
بِاللهِ الْعَظِيْمِ وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيْمِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
“Aku
berlindung kepada Allah Yang Maha Agung dan dengan Wajah-Nya Yang Maha Mulia
serta dengan Kekuasaan-Nya Yang Abadi dari (gangguan) syaithan yang terkutuk.” (HR. Abu Dawud, lihat Shahiihul
Jaami’ no.4591)
بِسْمِ اللهِ
وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، اللَّهُمَّ افْتَحْ لِيْ
أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
“Dengan nama
Allah, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu
rahmat-Mu.” (HR. Ibnus
Sunniy no.88, Abu Dawud 1/126 dan Muslim 1/494)
12. Do’a Keluar dari Masjid
Apabila keluar dari masjid hendaklah kita mengucapkan:
Apabila keluar dari masjid hendaklah kita mengucapkan:
بِسْمِ اللهِ
وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ
مِنْ فَضْلِكَ، اللَّهُمَّ اعْصِمْنِيْ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
“Dengan nama
Allah, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu akan
karunia-Mu. Ya Allah, peliharalah aku dari (gangguan) syaithan yang terkutuk.” (Lihat keterangan do’a no.11,
lafazh do’a terakhir dikeluarkan oleh Ibnu Majah, lihat Shahih Ibnu Majah
1/129)
Semoga Allah
‘Azza wa Jalla selalu memberikan rahmat dan taufiq-Nya kepada kita semua
sehingga bisa mengamalkan apa-apa yang dicintai dan diridhai-Nya. Aamiin. Wallaahu
A’lam.
Maraaji’: Lammud Duril Mantsuur minal
Qaulil Ma`tsuur, Hishnul Muslim min Adzkaaril Kitaab was Sunnah
karya Asy-Syaikh Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qahthaniy dan Shahih Kitab
Al-Adzkaar wa Dha’iifuhu.
Sumber:
Buletin Da’wah Al Wara’ wal Bara’ Edisi ke-8 Tahun ke-4 / 30 Desember 2005 M /
28 Dzul Qo’dah 1426 H. URL sumber: http://fdawj.atspace.org/awwb/th4/8.htm
Doa Pilihan dari Hadis
Doa Mohon
Ketetapan Hati Dalam Ketaatan

Allâhumma
musharrifal qulûb(i), sharrif qulûbanâ `alâ thâ`atiK(a).
Ya Allâh,
Zat yang membolak-balik hati. Kembalikan hati kami dalam ketaatan-Mu. (HR. Muslim)

Ya
muqallibal qulûb(i), tsabbit qalbîy `alâ dîniK(a).
Wahai Zat
yang membolak-balik hati. Tetapkanlah hatiku dalam agama-Mu. (HR. Turmudzi dan Ahmad)
ú Nabi
r selalu memperbanyak doa ini (HR. Turmudzi dan Ahmad)
Doa Minta
Perlindungan dari Syirik

Allâhumma
‘innâ na`ûdzu biKa min ‘an ‘isyriKa biKa sya’an na`lamuh(û), wa nastaghfiruka
limâ lâ na`lam(u).
Ya Allâh,
seseungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu yang kami ketahui,
dan kami minta ampunan-Mu dari apa yang tidak kami ketahui (HR. Ahmad).
Doa Mohon
Hidayah dan Kekayaan

Allâhumma
‘innî ‘as’alukal hudâ wat-tuqâ wal `afâfa wal ghinâ.
Ya Allâh,
sungguh aku meminta kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, kesucian dan kekayaan. (HR. Muslim)
Doa Mohon
Banyak Berzikir, Bersyukur dan Taat

Allâhumma
‘a`innî `alâ dzikrika, wa syukrika, wa husni `ibâdatika
Ya Allâh,
tolonglah kami untuk berdzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, serta beribadah
dengan baik kepada-Mu.(
Doa Mohon
Kekuatan Iman dan Menyertai Nabi di Surga

Allâhumma
‘innî ‘as’aluka ‘îmânan lâ yartadd(u), wa na`îman lâ yanfad(u), wa murâfaqata
Muhammadin shallal Lâhu `alyhi wa sallam(a), fî ‘a`lâ jannatil khuld(i).
Ya Allâh,
sesungguhnya aku memohon kepada-Mu iman yang tidak akan lepas, nikmat yang
tidak akan habis dan menyertai Nabi Muhammad r di Surga yang paling
tinggi selama-lamanya. (Mauqûf Ibnu Mas`ûd, riwayat Ibnu Hibban)
Doa
Berlindung Dari Sifat Tercela dan Mohon Kebersihan Hati
Allâhumma ‘innî ‘a`ûdzu bika minal `ajz(i), wal kasal(i), wal jubn(i), wal bukhl(i), wal haram(i) wa `adzâbil qabr(i). Allâhumma ‘âti nafsî taqwâhâ, wa zakkihâ ‘Anta khayru man zakkâha, ‘Anta waliyyuhâ wa mawlâhâ. Allâhumma ‘innî ‘a`ûdzu bika min `ilmin lâ yanfa`, wa min qalbin lâ yakhsyâ`, wa min nafsin lâ tasyba`, wa min da`watin lâ yustajâbu lahâ.

Ya Allâh,
sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan,
sifat pengecut, kekikiran, pikun, dan azab kubur. Ya Allâh, karuniakanlah
ketakwaan pada diriku, dan sucikanlah, Engkaulah sebaik-baik Zat yang
menyucikannya, Engkau pelindung dan pemeliharanya. Ya Allâh, sesungguhnya aku
berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusu,
nafsu yang tidak pernah puas dan doa yang tidak dikabulkan. (HR. Muslim)
Doa Mohon
Karunia Ilmu yang Bermanfaat

Allâhumman
fa`nî bimâ `allamtanî, wa `allimnî mâ yanfa`unî, wa zidnî ilmâ(n).
Ya Allâh,
berikanlah manfaat kepadaku atas apa yang telah Engkau ajarkan kepadaku, dan
ajarkanlah kepadaku apa yang bermanfaat bagiku, serta tambahkanlah ilmu bagiku”(HR.Turmidzi)
Doa Mohon
Rezeki Baik dan Amal Diterima

Allâhumma
‘innî ‘as’aluka `ilmân nafî`â(n), wa rizqan thayyibâ(n), wa `amalan
mutaqabbalâ(n).
Ya Allâh,
sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfa’at, rezeki yang baik dan
amal yang diterima. (HR. Ibnu Majah)
Doa
Berlindung Dari Perbuatan Buruk

Allâhumma
‘innî ‘a`ûdzubika min syarri sam`î, wa min syarri basharî, wa min syarri
lisânî, wa min syarri qalbî, wa min syarri maniyyî
Ya Allâh,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keburukan pendengaranku, kejahatan
penglihatanku, keburukan lidahku, keburukan hatiku dan keburukan air maniku. (HR. Abu Dawud danTurmudzi)
Doa Minta
Dijauhkan dari Semua Sifat Tercela dan Segala Penyakit

Allâhumma
janibnî munkarâtil ‘akhlâq(i), wal ‘ahwâ(i), wal ‘a`mâl(i), wal ‘adwâ(i)
Ya Allâh,
jauhkanlah aku dari berbagai kemunkaran akhlak, hawa nafsu, amal perbuatan dan
segala macam penyakit. (Hakim)

Allâhumma
‘innî ‘a`ûdzubika min syarri mâ `amiltu, wa min syarri mâ lam ‘a`mal
Ya Allâh,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keburukan apa yang telah aku
kerjakan dan dari keburukan apa yang belum aku kerjakan” (HR.Muslim)
Doa Pergi Ke
Masjid

Allâhummaj
`al fî qalbî nûrâ(n), wa fî lisânî nûrâ(n), waj`al fî sam`î nûrâ(n), waj`al fî
basharî nûrâ(n), waj`al min khalfî nûrâ(n), wamin ‘amâmî nûrâ(n), waj`al min
fawqî nûrâ(n), wa min tahtî nûrâ(n). Allâhumma ‘a`thinî nûrâ(n).
Ya Allâh
ciptakanlah cahaya di hatiku, cahaya di lidahku, cahaya di pendengaranku,
cahaya di penglihatanku, cahaya dari belakangku. cahaya dari hadapanku, cahaya
dari atasku, dan cahaya dari bawahku. Ya Allâh, berikanlah aku cahaya. (HR. Muslim)
Di antara
adab Masjid:
- Saat berangkat ke Masjid dan menunggu shalat dilarang tasybîk (menggenggam kedua tangan dengan memasukkan jemari). Sebab orang yang tersebut dianggap sedang shalat (HR. Abu Dawud)
- Orang yang berangkat ke Masjid setelah berwudu secara sempurna dan shalat berjamaah diampuni dosanya
- Berangkat ke Masjid dianjurkan dengan tenang dan tidak tergesa-gesa (HR. Muslim)
- Masuk Masjid mendahulukan kaki kanan, dan keluar mendahulukan kaki kiri (HR. Hakim)
- Shalat Tahiyat Masjid dua rakaat (HR. Bukhari-Muslim)
- Dianjurkan mengutamakan saf (barisan shalat) pertama (HR. Bukhari-Muslim)
- Tidak mengangkat suara di Masjid
Doa Masuk
Masjid

Allâhummaf
tahlî ‘abwâba rahmatiK(a).
Ya Allâh,
bukalah pintu-pintu rahmat-Mu untukku (HR. Muslim)
Doa Keluar
Dari Masjid

Allâhumma
‘innî ‘as’aluka min fadhliK(a).
Ya Allâh,
aku minta kepada-Mu dari karunia-Mu (HR. Muslim)
Doa
Berlindung Dari Kekafiran dan Kemiskinan

“Ya Allâh,
Selamatkan tubuhku (da-ri penyakit dan yang tidak aku inginkan). Ya Allâh,
selamatkan pendengaranku (dari penyakit dan maksiat atau sesuatu yang tidak aku
inginkan). Ya Allâh, selamatkan penglihatanku, tiada Rabb (yang berhak
disembah) kecuali Eng-kau. Ya Allâh, Sesungguhnya aku berlin-dung kepadaMu dari
kekufuran dan kefakiran. Aku berlindung kepadaMu dari siksa kubur, tiada Rabb
(yang berhak disembah) kecuali Engkau.” (Dibaca tiga kali di waktu pagi dan
sore).

Allâhumma
‘innî ‘as’alukal `afwa wal `âfiyata fid dunyâ wal ‘âkhirat(i), Allâhumma ‘innî
‘as’alukal `afwa wal `âfiyata fî dînî wa dunyâya wa ‘ahlî wa mâlî, Allâhummah
fazhnî min bayni yadayy(a), wa min khalfî, wa `an yamînî, wa `an syimâlî wa min
fawqî, wa ‘a`ûdzu bi `azhamatika ‘an ‘ughtâla min tahtî.
Ya Allâh,
sungguh aku memohon kepada-Mu kebajikan dan keselamatan di dunia dan akhirat.
Ya Allâh, sungguh aku memohon kebajikan dan keselamatan dalam agama, dunia,
keluarga dan hartaku. Ya Allâh, tutupilah keaibanku dan tenteramkanlah aku dari
rasa takut. Ya Allâh, peliharalah aku dari muka, belakang, kanan, kiri dan
atasku. Aku berlindung dengan kebesaran-Mu dari bayaha yang datang dari
bawahku. (Abu Dawud)

“Ya Allâh,
Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, wahai Rabb pencipta langit dan
bumi, Rabb segala sesuatu dan yang merajainya. Aku bersaksi bahwa tidak ada
Rabb yang hak kecuali Engkau. Aku berlin-dung kepadaMu dari kejahatan diriku,
setan dan balatentaranya, dan aku (berlindung kepadaMu) dari berbuat ke-jelekan
terhadap diriku atau menyeret-nya kepada seorang muslim.”

“Wahai Rabb
Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang Berdiri Sendiri (tidak butuh segala sesuatu),
dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan
kepadaku sekalipun sekejap mata (tanpa mendapat pertolongan dariMu).”
Doa Mohon
Ilmu Bermanfaat , Rezeki yang Baik dan Amal yang Diterima

Allâhumma
‘innî ‘as’aluka `ilman nâfi`â(n), wa rizqan thayyibâ(n), wa `amalan
mutaqabbalâ(n).
Ya Allâh,
sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang manfaat, rezeki yang baik dan amal yang
diterima.
- Rasulullah r biasa membacanya seusai shalat Subuh. (HR. Ibnu Majah dan Ahmad).
Doa
Berlindung dari Kebinasaan dan Kehancuran

Allâhumma
‘innî ‘a`ûdzubika minat taraddî, wal hadmi, wal gharaqi, wal harîqi , wa
‘a`ûdzubika an yatakhabbathaniyasy syaithânu ‘indal mawti, wa ‘a`ûdzubika ‘an
amûta fî sabîlika mudbirâ(n), wa ‘a`ûdzubika ‘an ‘amûta ladîghâ(n).
Ya, Allâh,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kebinasaan (jatuh), kehancuran
(tertimpa), tenggelam, kebakaran, dan aku berlindung kepada-Mu dari rasukan
setan pada saat mati, dan aku berlindung kepada-Mu dari mati dalam keadaan
berpaling dari jalan-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari mati dalam keadaan
tersengat.

Allahumma
innii ‘abduka wab nu’abdika wab nu ammatika naashiyatii biyadika maadhin fii
hukmuka ‘adlun fiyya qadhaauka as’aluka bukullismin huwa laka sammayta fiihi
nafsaka, aw anjaltahu fii kitaabika aw ‘allamtahu ahadan min khalqika aw
asta’tsarta bihi fii ‘ilmil ghaibi ‘indaka ‘an taj’alal qur’aana rabii’a qalbii
wa nura shadrii wa jilaa’ahujnii wa zhahaaba hammii.
“ Ya
Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu (Adam) dan anak hamba
perempuan-Mu (Hawa). Ubun-ubunku di tangan-Mu, keputusan-Mu berlaku padaku,
qadha-Mu kepadaku adalah adil. Aku mohon kepada-Mu dengan setiap nama (baik)
yang telah Engkau gunakan untuk diri-Mu, yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu,
Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu atau yang Engkau khususkan
untuk diri-Mu dalam ilmu ghaib di sisi-Mu, hendaknya Engkau jadikan Al-Quran
sebagai penenteram hatiku, cahaya di dadaku, pelenyap duka dan kesedihanku.”

Allahumma
innii a’uudzubika minal hammi wal hazani wa a’uudzubika minal ‘ajzhi wal
kasali, a’uudzubika minal jubni wal bukhli a’uudzubika min ghalabatid daini wa
qahrir rijaali.
“Ya
Allâh, aku berlindung kepada-Mu dari kesusahan dan dukacita. Aku berlindung
kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan. Aku berlindung kepada-Mu dari jiwa
pengecut dan rasa kikir. Dan aku berlindung kepada-Mu dari cengkeraman hutang
dan penindasan manusia.”

Allâhumma
‘innî ‘a`ûdzu biKa min zawâli ni`matiK(a), wa tahawwuli ni`matiK(a), wa
fujâ’ati niqmatiK(a), wa jamî`i sakhathiK(a).
“Ya Allâh,
sungguh aku kepada-Mu dari kehilangan nikmat-Mu, dari perubahan afiyat-Mu, dari
marah-Mu yang tiba-tiba dan dari semua kemarahan-Mu,” (HR Muslim).
Doa Safar
(Berpergian)

Allâhu
‘akbar(u), Allâhu ‘akbar(u), Allâhu ‘akbar(u).
Subhânal
ladzî sakh-khara lanâ hadzâ wa mâ kunnâ lahû muqrinîn(a), wa ‘innâ ‘ilâ Rabbinâ
la munqalibûn(a). (Al Zukhruf:
13-14)
Allâhumma
‘innâ nas’aluka fî safarinâ hadzâl birra wat taqwâ, wa minal `amali mâ tardhâ,
Allâhumma hawwin `laynâ safarâ hadzâ, wathwi `annâ bu`dah, Allâhumma ‘antash
shâhibu fis safar(i), wa ka’âbatil manzhar(i), wa sû’il munqalabi fil mâli wal
ahl(i).
Allâh
Mahabesar. Allâh Mahabesar. Allâh Mahabesar.
Mahasuci
Allâh yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak
mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami. (Az
Zukhruf: 13-14)
Ya Allâh,
kami mohon kebaikan dan takwa dalam berpergian ini, kami minta perbuatan yang
Engkau membuat-Mu rida. Ya Allâh, permudahkanlah perjalanan kami ini, dan
jadikanlah perjalanan yang jauh ini dekat. Ya Allâh, Engkau Teman dalam
perjalanan, dan Pengganti bagi keluarga.
Doa Pulang
dari Safar
Membaca doa
di atas kemudian ditambahkan dengan:

‘Âyibûn(a),
tâ’ibûn(a), `âbidûn(a), li Rabbinâ hâmidûn(a)
Kita
kembali. Kita bertobat. Kita menyembah-Nya. Kita sujud untuk-Nya. Kita memuji
Rabb kita.

Allâhu
‘akbar(u), Allâhu ‘akbar(u), Allâhu ‘akbar(u).
Lâ ‘ilâha
‘illal Lâh wahdahû lâ syarîkalah(u), lahul mulk(u), wa lahul hamd(u), wa huwa
`alâ kulli syay’in qadîr, ‘âyibûn(u), tâ’ibûn(a), `abidûn(a), sâjidûn(a),
lirabinâ hâmidûn(a), shadaqal Lâhu wa`dah(u), wa nashara `abdah(u), wa hazamal
‘ahzâba wahdah(u).
Allâh
Mahabesar. Allâh Mahabesar. Allâh Mahabesar.
Tidak ada
Rabb yang benar disembah kecuali Allâh. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya
kerajaan. Bagi-Nya segala pujian. Dia atas segala sesuatu Maha Kuasa. Kita
kembali. Kita bertobat. Kita menyembah-Nya. Kita sujud untuk-Nya. Kita memuji
Rabb kita. Maha Benar Allâh dengan segala janji-Nya. Dia menolong hamba-Nya dan
hanya Dia sendiri yang menghancurkan tentara-tentara musuh, (HR Bukhari dan Muslim).
Dzikir
berjama’ah setelah shalat lima waktu, bagaimana hukum hal ini? Amalan semacam
ini seringkali kita saksikan di beberapa masjid di daerah kita. Berikut
keterangan bermanfaat dari Syaikhul Islam Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah.
Ibnu
Taimiyah rahimahullah menerangkan,
Adapun do’a
imam bersama makmum setelah shalat lima waktu secara berjama’ah dengan
mengeraskan suara atau boleh jadi suaranya tidak dikeraskan, maka ini bukanlah
ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diperintahkan dan bukan
ajaran yang dirutinkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
pernah sama sekali melakukan seperti itu. Sebagian ulama dari kalangan
Syafi’iyah dan Hambali memang menganjurkan yang demikian, namun itu hanya di
waktu shalat Shubuh dan Ashar karena setelah itu tidak ada lagi shalat.
[Al
Majmu’atul ‘Aliyyah min Kutub wa Rosail wa Fatawa Syaikhil Islam Ibni Taimiyah,
Dar Ibnil Jauzi, hal. 134-135]
***
Demikian
keterangan singkat beliau. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu
‘anhu berkata,
اتَّبِعُوا،
وَلا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ
“Ikutilah
(petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah
membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah
adalah sesat.”[1]
Imam Malik rahimahullah
berkata,
إِنَّمَا
أَنَا بَشَرٌ أُخْطِىءُ وَأُصِيْبُ فَانْظُرُوا فِي قَوْلِي فَكُلُّ مَا وَافَقَ
الكِتَابَ وَالسُّنَّةَ فَخُذُوْا بِهِ وَمَا لَمْ يُوَافِقْ االكِتَابَ
وَالسُّنَّةّ فَاتْرُكُوْهُ
“Sesungguhnya
aku hanyalah manusia yang bisa keliru dan benar. Lihatlah setiap perkataanku,
jika itu mencocoki Al Qur’an dan Hadits Nabawi, maka ambillah. Sedangkan jika
itu tidak mencocoki Al Qur’an dan Hadits Nabawi, maka tinggalkanlah.[2]
Wallahu waliyyut
taufiq.
Riyadh-KSA,
at night after ‘Isya, 9 Shafar 1432 H (13/01/2011)
Muhammad
Abduh Tuasikal
[1] Diriwayatkan oleh Ath Thobroniy
dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 8770. Al Haytsamiy mengatakan dalam Majma’
Zawa’id bahwa para perowinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shohih
[2] I’lamul Muwaqi’i
<!–|
–>
Pertanyaan:
Bagaimana
hukumnya mengupah seseorang untuk membaca Al-Quran dan dihadiahkan kepada arwah
orang yang mati?
Jawaban:
Hal ini
merupakan perbuatan bid’ah, tidak berpahala, baik bagi yang membaca maupun
orang yang mati tersebut. Hal ini karena orang yang membaca melakukan sekadar
mencari dunia dan harta, sedangkan setiap amal shalih yang dilakukan untuk
mencari dunia, bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, tidak mendapat pahala
dari Allah. Dengan demikian, perbuatan seperti ini, yaitu mengupah seseorang
untuk membaca Al-Quran guna dihadiahkan kepada arwah orang yang telah mati,
adalah perbuatan sia-sia, sekadar menghamburkan uang dan menghabiskan harta
yang menjadi hak ahli waris. Oleh karena itu, hendaklah pelakunya meninggalkan
perbuatan ini sebab merupakan perbuatan bid’ah dan mungkar. (Syaikh Ibnu
Utsaimin, Majmu’ Fatawa wa Rasail, juz 2, hal. 304)
Sumber: Fatwa
Kontemporer Ulama Besar Tanah Suci, Media Hidayah, Cetakan 1, Tahun 2003.
(Dengan penataan bahasa oleh redaksi www.konsultasisyariah.com
(Dengan penataan bahasa oleh redaksi www.konsultasisyariah.com
Doa Saat KeluarDari Rumah
Oleh: Badrul
Tamam
Dalam
keseharian kita, aktifitas keluar rumah untuk bekerja, usaha, belajar, ibadah,
dan lainnya menjadi rutinitas. Hampir setiap kita melakukannya. Banyak tujuan
baik yang kita inginkan saat keluar dari rumah, namun tidak sedikti bahaya yang
mengintai kita ketika berada di sana. Berikut ini kami tuliskan dzikir dan doa
yang dibaca saat keluar rumah, supaya kegiatan di luar menjadi lebih barakah,
mengahasilkan banyak kebaikan dan pahala serta terhindar dari berbagai
keburukan.
بِسْمِ
اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
Bismillaahi
Tawakkaltu ‘Alallaah Laa Haula wa Laa Quwwata Illaa Billaah
“Dengan
nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali
dengan-Nya.”
Dasar Dzikir
Dzikir/doa
di atas diriwayatkan dari Anas bin Malik, Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Apabila seseorang keluar dari rumahnya lalu membaca,
بِسْمِ
اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
“Dengan
nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali
dengan-Nya.”
Beliau
bersabda, Dikatakan pada saat itu, “Engkau telah diberi petunjuk, dicukupkan,
dan dijaga. Maka Syetan menjauh darinya sehingga syetan yang lain berkata
kepadanya, “Kaifa laka birajulin? (Apa yang bisa engkau lakukan terhadap
seseorang) yang telah diberi petunjuk , telah dicukupkan, dan telah dijaga?”
(HR. Abu Dawud no. 4431, al-Tirmidzi no. 3348, Ibnu Hibban no. 823, dan Ibnu
Sunni dalam ‘Amal al-yaum wa al-Lailah, no. 177. Dishahihkan oleh Syaikh
Al-Albani dalam Shahih al-Tirmidzi no. 3426, Al-Misykah no. 2443, juga dalam
Al-Kalim al-Thayyib)
Manfaat dan
Faidahnya
Dzikir ini
penuh dengan kebaikan, keberkahan, dan manfaat yang diinginkan setiap muslim.
Karenanya seorang muslim hendaknya senantiasa merutinkan dzikir ini ketika keluar
rumah untuk memenuhi hajat duniawi atau ukhrawinya. Seperti pergi ke masjid, ke
pasar, bersafar, ke tempat kerja, atau dalam melaksanakan ibadah haji.
Dengan
senantiasa merutinkan dzikir ini dan juga dzikir-dzikir lainnya, seorang hamba
akan memiliki hubungan yang baik dan erat dengan Rabbnya. Dengan membaca doa
ini seorang hamba mengingatkan dirinya akan kuasa Allah Subhanahu wa Ta’ala,
bahwa tidak ada daya dan upaya kecuali dari-Nya dan dengan izin-Nya. Bahkan dia
meyakini tidak ada kejadian di muka bumi ini kecuali dengan izin dan
kehendak-Nya. Sehingga hamba tersebut akan merasa butuh dengan Rabb-nya untuk
mendapatkan berbagai kebaikan bagi dirinya, sehingga dia akan selalu
bertawakkal kepada-Nya.
Sebagai
balasannya, seorang hamba yang membaca dzikir ini akan mendapat penjagaan,
pertolongan, dan bimbingan dari Allah dalam menunaikan hajat dunia maupun
agamanya. Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik penjaga, penolong dan
pemberi petunjuk.
Manfaat lain
yang akan diperoleh hamba, dia akan terjaga dari godaan dan gangguan syetan.
Syetan akan menjauhinya. Bahkan syetan merasa berputus asa dari menggodanya,
sehingga salah satu mereka akan berkata kepada yang lainnya, “(Apa yang bisa
engkau lakukan terhadap seseorang) yang telah diberi petunjuk, telah dicukupkan,
dan telah dijaga?”
Secara
ringkas, bahwa doa ini memiliki manfaat sebagai berikut:
- Akan senantiasa mendapat petunjuk ke jalan yang benar. Orang yang bergantung kepada Allah melalui doa ini maka Allah akan senantiasa membimbingnya ke jalan yang benar. Dan barangsiapa yang dibimbing oleh Allah, tidak mungkin ada yang dapat menyesatkannya.
- Akan dibantu dalam menjalankan tugas dan hajatnya, baik yang bersifaf duniawi atau ukhrawi. Sehingga dia akan mendapatkan hasil yang baik dan berbarakah.
- Akan terlindung dari gangguan musuh dari kalangan jin ataupun menusia.
- Orang yang berdzikir dengan doa ini akan memiliki benteng dari syetan sehingga syetan akan menjauh darinya. Bahkan jika ada syetan lain yang ingin menimpakan kemudharatan kepadanya, maka syetan lainya akan mengingatkannya, “Apa yang bisa kamu lakukan terhadap orang yang sudah diberi petunjuk, diberi kecukupan, dan dilindungi.”
Adakah
Dzikir Keluar Rumah Lainnya?
Masih ada
dzikir lain yang disyariatkan untuk dibaca saat keluar rumah. Yaitu:
اللّهُـمَّ
إِنِّـي أَعـوذُ بِكَ أَنْ أَضِـلَّ أَوْ أُضَـل ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَل ، أَوْ
أَظْلِـمَ أَوْ أَُظْلَـم ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُـجْهَلَ عَلَـيّ
Allaahumma
Innii A’udzubika an Adhilla au Udhalla, au Azilla au Uzalla, au Azlima Au
Uzlama, au Ajhala au Yujhal ‘Alayya
“Ya Allah,
aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan diriku atau disesatkan orang lain, dari
ketergelinciran diriku atau digelincirkan orang lain, dari menzhalimi diriku
atau dizhalimi orang lain, dari berbuat bodoh atau dijahilin orang lain.”
Dasar
riwayatnya
Dari Ummu
Salamah radhiyallaahu ‘anha berkata, “Tidak pernah sekalipun Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam keluar dari rumahku kecuali beliau mengangkat pandangannya
ke langit, lalu beliau membaca:
اللّهُـمَّ
إِنِّـي أَعـوذُ بِكَ أَنْ أَضِـلَّ أَوْ أُضَـل ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَل ، أَوْ
أَظْلِـمَ أَوْ أَُظْلَـم ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُـجْهَلَ عَلَـيّ
“Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan diriku atau disesatkan orang
lain, dari ketergelinciran diriku atau digelincirkan orang lain, dari
menzhalimi diriku atau dizhalimi orang lain, dari berbuat bodoh atau dijahilin
orang lain.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Misykatul Mashabih no. 2442)
Kandungannya
Doa ini merupakan
doa yang agung, senantiasa dibaca oleh Nabi kita yang mulia pada setiap beliau
keluar rumah, sebagaimana yang dinyatakan Ummu Salamah dalam hadits di atas.
Beliau
membaca doa ini sambil menghadapkan pandangannya ke langit menunjukkan akan
keimanan terhadap sifat tinggi Allah Ta’ala dan keberadaan di atas
makhluk-makhluk-Nya. Dia bersemayam di ‘Arsy-Nya. Senantiasa mengawasi
hamba-hamba-Nya dan menyertai mereka dengan ilmu, pengawasan, dan
pertolongan-Nya. Tidak ada sesuatu yang tersembunyi dari-Nya, baik yang di bumi
maupun di langit. Tidak ada perbuatan kecuali Dia menyaksikan. Dan tidak ada
satu ucapan kecuali Dia mendengar-Nya. Karenanya seorang hamba hendaknya sadar
akan ke-mahakuasaan Allah Ta’ala ini dengan merasa dilihat, didengar, dan diawasi
oleh-Nya. Lalu diikuti dengan keyakinan bahwa Dia Maha mendengar panjatan doa,
melihat keadaan hamba, dan Kuasa mengabulkan doa.
Karenanya
seorang hamba hendaknya sadar akan ke-mahakuasaan Allah Ta’ala ini dengan
merasa dilihat, didengar, dan diawasi oleh-Nya.
Lalu diikuti
dengan keyakinan bahwa Dia Maha mendengar panjatan doa, melihat keadaan hamba,
dan Kuasa mengabulkan doa.
Orang yang
keluar rumah pasti dia akan bertemu dan berinteraksi dengan manusia. Sedangkan
sifat manusia ada yang baik dan buruk. Karenanya mungkin sekali terjadi
interaksi dan saling mempengaruhi dalam berbagai perkara dan penyimpangan yang
harus dijauhi olehnya. Maka dalam doa ini, Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam mengajarkan perlindungan yang komplit, yaitu berlindung dari kesesatan,
ketergelinciran, kedzaliman, dan kejahilan. Keempat hal ini membahayakan dan
menghancurkan bagi hamba apabila dia terjerumus kepadanya. Keempat keburukan
tersebut bisa terjadi tertuju kepada orang lain atas tingkahnya. Dan juga bisa
tertuju kepada dirinya atas tingkah orang lain. Dan doa perlindungan dari
keempat keburukan ini tertuju pada dua sisi, baik karena perbuatannya sehingga
menimpa kepada orang lain atau atas perbuatan orang lain sehingga menimpa pada
dirinya.
Allahumma
Innii A’uudzubika an Adhilla au Udhalla (Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan
diriku dan disesatkan orang lain), adalah permohonan kepada Allah agar
menjauhkannya dari kesesatan yang menjadi lawan hidayah (petunjuk). Kesesatan
bisa dari dirinya sendiri yang terjerumus ke dalam perbuatan dosa, maksiat, dan
berbagai penyimpangan atau dia menyesatkan hamba Allah yang lain. Sedangkan
kata Udhalla (aku disesatkan), maksudnya: orang lain menyesatkanku.
Terkadang
seseorang ketika keluar dari rumahnya dalam kondisi baik dan tentram. Dia tidak
ada niatan ingin berbuat buruk dan menyimpang. Lalu di tengah jalan, dia
bertemu dengan seseorang yang menyesatkannya dari jalan ketaatan, sehingga dia
menyimpang. Dari sini, apabila keluar rumah disunnahkan berlindung kepada Allah
dari kesesatan dirinya, atau menyesatkan orang lain, atau disesatkan oleh orang
lain.
Au Azilla au
Uzalla
(tergelincir atau digelincirkan), zulal adalah terjatuh dan tersungkur
tanpa disadari oleh seseorang. Maksudnya berlindung dari tergelincir adalah
berlindung dari terjerumus ke dalam dosa, kesalahan, dan penyimpangan tanpa
disadari. Sedangkan berlindung dari digelincirkan, berlindung agar orang tidak
melakukan hal itu kepadaku dengan menjerumuskanku dalam penyimpangan dan
kehancuran tanpa kusadari.
Maksudnya
berlindung dari tergelincir adalah: berlindung dari terjerumus ke dalam dosa,
kesalahan, dan penyimpangan tanpa disadari.
Azlima au
Uzlama (menzalimi
dan dizalimi), memohon kepada Allah agar menjaga dirinya supaya tidak menzalimi
orang lain dalam harta, fisik, kehormatan, atau lainnya. Karena kezaliman akan
menjadi kegelapan dan kesengsaraan pada hari kiamat.
Sedangkan
berlindung dari dizalimi, adalah berdoa agar tidak menjadi korban kezaliman
orang atas fisik, harta, dan kehormatan dirinya atau yang lainnya. Maka dia
berdoa agar dijauhkan dari menzalimi orang lain dan dizalimi orang lain.
Sedangkan
makna berlindung dari kejahilan diri dan dijahili orang lain, adalah berlindung
dari berbuat perbuatan orang-orang bodoh dan berada di atas jalan orang-orang
tolol, berupa mencela, mencaci, menghina, meremehkan, dan lainnya, atau
seseorang melakukan hal itu kepada diriku. Maka doa ini berisi perlindungan
kepada Allah dari melakukan perbuatan orang-orang bodoh atau menjadi korban
pebuatan tersebut yang dilakukan orang.
Inilah
petunjuk Nabi kita shallallaahu ‘alaihi wasallam yang tidak ada satu
kebaikan kecuali dia sampaikan dan perintahkan; dan tidak ada keburukan
kecuali sudah dia terangkan dan peringatkan agar tidak melakukannya.
Semoga Allah
menjaga diri saya, Anda, dan sekalian kaum mukminin dari keempat keburukan di
atas, melalui doa yang kita baca saat keluar rumah. Hadanallaah wa iyyaakum
ajma’iin. [PurWD/voa-islam.com]
Doa Saat Ditimpa Kesulitan (Memohon Kemudahan)
Oleh: Badrul
Tamam
Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah,
keluarga dan para sahabatnya.
Dalam
menjalani kehidupan ini, sering kita dihadapkan pada kesulitan. Terkadang
kesulitan itu amat berat sehingga membuat kita hampir putus asa. Namun,
keimanan akan kuasa Allah Ta’ala yang tidak terhingga, menjadikan kita tetap
bersabar dan memiliki harapan.
Sesungguhnya
alam semesta berada di bawah kuasa dan kendali Allah Ta’ala. Semuanya patuh
kepada ketetapan dan kehendak-Nya. Tidak ada yang bisa bergerak atau bertingkah
laku kecuali dengan daya, kekuatan, kehendak, dan izin-Nya. Apa yang Dia
kehendaki pasti terjadi. Sebaliknya, yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan
pernah terjadi.
Allah
Mahakuasa melakukan apa saja. Dia mampu menjadikan segala kemudahan menjadi
sesuatu yang sulit, juga sesuatu yang sulit menjadi mudah. Tidak ada yang susah
bagi-Nya, karena Dia Mahakuasa atas segala-galanya. Karenanya ketika menghadapi
kesulitan dan berbagai cobaan hidup kita tidak boleh putus asa. Masih ada Allah
yang bisa kita minta dan mohon pertolongan-Nya. Maka kita diperintahkan untuk
berdoa saat mengalami kesulitan,
اَللَّهُمَّ
لا سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَ أَنْتَ تَجْعَلُ الْحَزْنَ إِذَا
شِئْتَ سَهْلاً
Allaahumma
Laa Sahla Illaa Maa Ja’altahu Sahlaa Wa Anta Taj’alul Hazna Idza Syi’ta Sahlaa
“Ya
Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan mudah. Dan apabila
Engkau berkehendak, Engkau akan menjadikan kesusahan menjadi kemudahan.”
Apakah Doa
ini Berasal dari Hadits?
Syaikh
Muhammad bin Shalih rahimahullaah dalam salah satu fatwanya menyebutkan,
”Doa ini, aku tidak mengetahui asalnya (sumbernya) dari Assunnah, tapi itu
banyak diucapkan oleh orang.” Pernyataan beliau serupa juga didapatkan dalam
Kaset “Nuur ‘ala al-Darb” kaset no. 344 menit ke 22. Namun yang benar bahwa doa
di atas berasal dari warisan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Diriwayatkan
dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
اَللَّهُمَّ
لا سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَ أَنْتَ تَجْعَلُ الْحَزْنَ إِذَا
شِئْتَ سَهْلاً
“Ya
Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan mudah. Dan apabila
Engkau berkehendak, Engkau akan menjadikan kesusahan menjadi kemudahan.”
(HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya no. 2427, Ibnu Sunni dalam Amal al-Yaum wa
al-Lailah no. 351, Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashfahan: 2/305, Imam Al-Ashbahani
dalam al-Targhib: 1/131. Syaikh Al-Albani menshahihkannya dalam Silsilah
Shahihah 6/902, no. 2886 dan mengatakan, “Isnadnya shahih sesuai syarat
Muslim.”)
Doa ini juga
disebutkan oleh Pengarang Hisnul Muslim, DR. Sa’id bin Ali bin Wahf
al-Qahthani, pada hal. 90 dengan judul, “Doa bagi siapa yang mendapatkan
kesulitan.” Beliau menyebutkan bahwa Syaikh al-Arnauth menshahihkannya dalam
Takhrij al-Adzkar lil Nawawi, hal. 106.
Makna Doa
Makna dari
doa di atas, bahwa Allah tidak menjadikan segala sesuatu mudah bagi manusia.
Tidak ada kemudahan bagi mereka, kecuali apa yang Allah jadikan mudah. Dan
sesungguhnya kemudahan adalah apa yang Allah jadikan mudah. Sebaliknya,
kesulitan dan kesusahan jika Allah kehendaki bisa menjadi mudah dan ringan.
Sebagaimana kemudahan dan perkara ringan bisa menjadi sulit dan berat, jika
Allah menghendakinya. Karena semua perkara berada di tangan Allah ‘Azza
wa Jalla.
Maka
kandungan doa ini, seseorang memohon kepada Allah agar memudahkan segala
urusannya yang sulit dan memuji Allah ‘Azza wa Jalla bahwa segala urusan
ada di tangan-Nya, jika Dia berkehendak, kesulitan bisa menjadi mudah.
Sebagaimana
yang sudah maklum, Allah ‘Azza wa Jalla mahakuasa melakukan apa saja. Dan Dia
mampu menjadikan kemudahan menjadi sesuatu yang sulit, juga sesuatu yang sulit
menjadi mudah. Tidak ada yang susah bagi-Nya, karena Dia Mahakuasa atas segala
sesuatu.
Maka
kandungan doa ini:
Seseorang
memohon kepada Allah agar memudahkan segala urusannya yang sulit dan memuji
Allah ‘Azza wa Jalla bahwa segala urusan ada di tangan-Nya, jika Dia
berkehendak, kesulitan bisa menjadi mudah.
Di Samping
Berdoa, Apa yang Bisa Dilakukan?
Allah Ta’ala
berfirman,
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ
“Hai
orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan
(mengerjakan) shalat.” (QS. Al-Baqarah: 153)
Allah Ta’ala
menjelaskan bahwa cara terbaik untuk meminta pertolongan Allah dalam menghadapi
berbagai musibah (di antaranya kesulitan dalam hidup) adalah dengan bersabar
dan shalat.
Dan dalam
sebuah hadits disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila
dihadapkan pada suatu masalah maka beliau segera shalat. (HR. Abu Dawud dan
Ahmad dari Hudzaifah bin Yaman)
Sedangkan
sabar untuk dalam hal ayat ini ada dua macam, yaitu sabar dalam rangka
meninggalkan berbagai perkara haram dan dosa; dan bersabar dalam menjalankan
ketaatan dan ibadah. Dan bersabar bentuk yang kedua adalah lebih banyak
pahalanya, dan itulah sabar yang lebih dekat maksudnya untuk mendapatkan
kemudahan.
Abdurrahman
bin Zaid bin Aslam berkata, “Sabar ada dua bentuk: bersabar untuk Allah dengan
menjalankan apa yang Dia cintai walaupun berat bagi jiwa dan badan. Dan
bersabar untuk Allah dari segala yang Dia benci walaupun keinginan nafsu
menentangnya. Siapa yang kondisinya seperti ini maka dia termasuk dari golongan
orang-orang yang sabar yang akan selamat, insya Allah.” (Dinukil dengan ringkas
dari Tafsir Ibnu Katsir dalam tafsir ayat di atas)
Sabar ada
dua bentuk: bersabar untuk Allah dengan menjalankan apa yang Dia cintai
walaupun berat bagi jiwa dan badan. Dan bersabar untuk Allah dari segala yang
Dia benci walaupun keinginan nafsu menentangnya. (Abdurrahman bin Zaid bin
Aslam)
Beberapa Doa
Lain Untuk Mendapatkan Kemudahan:
- Doa ketika ditimpa musibah dan kesusahan:
يَا حَيُّ
يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ
“Wahai
Yang Maha Hidup Kekal, Yang terus menerus mengurus ( mahluk-Nya ), hanya dengan
rahmat-Mu saja, saya meminta pertolongan.”
عَنْ أَنَسِ
بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا
كَرَبَهُ أَمْرٌ قَالَ يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ
Dari Anas
bin Malik berkata, “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
apabila menghadapi suatu masalah, beliau berdoa,”Wahai Yang Maha Hidup Kekal,
Yang terus menerus mengurus ( mahluk-Nya ), hanya dengan rahmat-Mu saja, saya
meminta pertolongan.” (HR. al-Tirmidzi no. 3524. Dihassankan oleh Al-Albani
dalam Silsilah Shahihah, no. 3182)
- Doa Nabi Yunus saat berada di perut ikan:
أَنْ لَا
إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
“Bahwa
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau,
sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya’:
87)
Dari Sa’ad
bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Doa Nabi Yunus taatkala ia berada di dalam perut ikan: Bahwa
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau,
sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim. Sesungguhnya tak
seorang muslim yang berdoa kepada Rabb-nya dengan doa tersebut dalam kondisi
apapun kecuali Allah akan mengabulkan untuknya.” (HR. al-Tirmidzi no. 3505 dan
dishahihkan Al-Albani dalam Silsilah Shahihah no. 1644)
Dan dalam
Riwayat al-Hakim, Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
”Maukah aku beritahukan kepadamu sesuatu jika kamu ditimpa suatu masalah
atau ujian dalam urusan dunia ini, kemudian berdoa dengannya.” Yaitu doa Dzun
Nun atau Nabi Yunus di atas.
- Doa saat keluar dari rumah:
بِسْمِ
اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
“Dengan
nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali
dengan-Nya.”
Diriwayatkan
dari Anas bin Malik, Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Apabila seseorang keluar dari rumahnya lalu membaca,
بِسْمِ
اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
“Dengan
nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali
dengan-Nya.” Beliau bersabda, Dikatakan pada saat itu, “Engkau telah diberi
petunjuk, dicukupkan, dan dijaga. Maka Syetan menjauh darinya sehingga syetan
yang lain berkata kepadanya, “Kaifa laka birajulin? (Apa yang bisa
engkau lakukan terhadap seseorang) yang telah diberi petunjuk, telah
dicukupkan, dan telah dijaga?” (HR. Abu Dawud no. 4431, al-Tirmidzi no. 3348,
Ibnu Hibban no. 823, dan Ibnu Sunni dalam ‘Amal al-yaum wa al-Lailah, no.
177. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Tirmidzi no. 3426,
Al-Misykah no. 2443, juga dalam Al-Kalim al-Thayyib) dan masih ada beberapa doa
lainnya.
Penutup
Sebaiknya
seorang muslim membiasakan diri dengan doa yang diajarkan oleh sunnah dalam
menghadapi kesulitan. Karena orang yang mengajarkannya, yaitu Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, adalah manusia paling tahu dengan doa yang pas dan paling
bermanfaat. Dan hendaknya juga memilih doa-doa yang shahih saja, karena ada
beberapa riwayat yang menyebutkan atau berisi permohonan kemudahan namun dhaif.
Karenanya, penting bagi kita mencatat dan menghafal doa-doa yang diajarkan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam baik yang bersifat umum atau terikat
dengan waktu dan tempat. Walaupun tidak ada larangan untuk berdoa dengan
kalimat dan bahasa apapun, karena Allah Mahatahu terhadap apa yang disampaikan
hamba-Nya. Wallahu Ta’ala a’lam. Wallahu Ta’ala a’lam .
berbagi dan nambah ilmu jg temen sippppppppp...........
BalasHapus