Sembilan Faeda Tentang Adab dan Akhlaq
ILMU ITU DIDATANGI BUKAN MENDATANGI
LINK-DISINI.COM Dari Abul Qosim at-Takafur, aku mendengar Abu Ali al-Hasan bin ‘Ali bin Bundar al-Zanjani bercerita bahwa Kholifah Harun ar-Rosyid mengutus seseorang kepada Imam Malik bin Anas agar beliau berkenan datang ke istana supaya dua anak Harun ar-Rosyid yaitu Amin dan Makmun bisa belajar agama lansung kepada Imam Malik. Imam Malik menolak perintah Kholifah Harun ar-Rosyid dan mengatakan “Ilmu agama itu didatangi bukan mendatangi.”
Untuk kedua kalinya Kholifah Harun ar-Rohsyid mengutus utusan yang membawa pesan sang Kholifah, “Kukirimkan kedua anakku agar bisa belajar agama bersama murid-muridmu.” Respons balik Imam Malik, “Silahkan, dengan syarat keduanya tidak boleh melangkahi pundak supaya bisa duduk di depan dan keduanya dimana ada tempat yang longgar saat pengajian.” Akhirnya, kedua putra kholifah tersebut hadir dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Imam Malik. (Mukhtashor Tarikh Dimasyq hlm.3769 – Syamilah)
BERSIKAP KEPADA MUSUH
Ibnu Qoyyim mengatakan, “Aku tidak mengetahui seorang yang memiliki sifat-sifat ini selain Ibnu Taimiyyah. Semoga Alloh menyucikan arwahnya.”
Salah seorang murid senior beliau pernah mengatakan,”Aku berharap bisa bersikap dengan para sahabatku sebagaimana Ibnu Taimiyyah bersikap dengan musuh-musuhnya. Aku tidak pernah mengetahui Ibnu Taimiyyah mendo’akan kejelekan untuk seorang pun dari musuh-musuhnya. Sebaliknya, beliau sering mendo’akan kebaikan untuk mereka.
Suatu hari aku menemui beliau untuk menyampaikan kabar gembira berupa meninggalnya musuh terbesar beliau sekaligus orang yang paling memusuhi dan paling suka menyakiti beliau.Mendengar berita yang kusampaikan,beliau membentakku,menyalahkan sikapku, dan mengucapkan istriraj (inna lillahi wa inna ilahi roji’un).
Kemudian beliau bergegas pergi menuju rumag orang tersebut. Beliau lantas menghibur keluarga yang ditinggal mati. Bahkan beliau mengatakan,’Aku adalah pengganti beliau untuk kalian. Jika kalian memerlukan suatu bantuan pasti auku akan membantu kalian’. Dan ucapan semisal itu. Akhirnya mereka pun gembira, mendo’akan kebaikan untuk Ibnu Taimiyyah tersebut. Semoga Alloh menyayangi dan meridhoi Ibnu Taimiyyah.” (Madarij as-Salikin karya Ibnu Qoyyim:2/328-329. Tahqiq Imad ‘ Amir, terbitan Darul Hadist, Kairo, cet.pertama 1326 H)
TIDUR SETELAH SHOLAT ASAR
Pertanyaan,”Ada orang yang bilang bahwa tidur setelah mengerjakan sholat asyar hukumnya haram.Benarkah itu?”
Jawaban Lajnah Da’imah,”Tidur setelah sholat asar adalah kebiasaan yang dilakukan oleh sebagian orang. Hukumnya adalah boleh karena hadist-hadist mengenai larangan tidur setelah Asar tidaklah tergolong hadist yang shohih.”
Fatwa di atas ditandatangani oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdulloh bin baz selaku ketua Lajnah Da’imah, Abdulloh bin Ghodayan, Shohih al-Fauzan, Abdul Aziz alu Syaikh, dan Bakr Abu Zaid masing-masing sebagai anggota. (Fatawa Lajnah Da’imah yang dikumpulkan oleh Syaikh Ahmad bin al-Jami’ hlm. 147-148, terbitan Ulin Nuha lil Intaj, Kairo)
JANGAN BERSISIR SETIAP HARI
Dari Humaid bin Abdurrohman al-Himyari berkata, “Aku berjumpa dengan seorang yang menjadi sahabat Nabi selama empat tahun sebagaimana Abu Huroiroh beliau mengatakan, ‘Rosululloh melarang kami untuk bersisir setiap hari.”
Ketika menjelaskan masalah larangan bersisir setiap hari, Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad mengatakan, “Yang dimaksud oleh hadist adalah isyarat agar kita menjahui hudup bersenang-senang dan janganlah kita hanya disibukkan untuk mengurusi penampilan, hanya sibuk berdandan, dan semisalnya. Hendaklah seseorang bersikap pertengahan, tidak meremehkan penampilan fisiknya, tidak pula menghabiskan waktunya hanya agar bisa tampil dengan penampilan menarik. Kesibukan semisal ini berarti hidup hanya diisi dengan senang-senang yang merupakan tintakan tercela (Pen.) – dan menyebabkan orang tersebut tidak memiliki waktu untuk melakukan aktivitas bermanfaat selainnya.”
Lanjtnya,”Jadi bersisir setiap hari yang terlarang adalah bersisir tanpa ada kebutuhan atau kondisi darurat yang mengharuskan untuk bersisir. Sebab itu, jika seseorang bekerja atau beraktivitas yang lain itu rambutnya acak-acakan ataupun berdebu atau permasalahan rambut lainnya maka tidaklah mengapa bagi orang tersebut untuk bersisir setiap hari.” (Syarh Sunan Abu Dawud hlm.1/156 – Syamilah )
PENGARUH NAMA
Suatu hari Umar bin al-Khoththob menanyai seseorang tentang namanya maka dia menjawab,”Namaku Jamroh (yang maknanya adalah barang api),” “Siapa nama bapakmu?” lanjut Umar “Syihab (cahaya api).” Jawab orang tersebut.” Dimana rumahmu?” tanya Umar. Jawaban orang tersebut, “Di daerah yang bernama Harrah an-Nar(panasnya api).” “Tempatnya di daerah mana?” sambung Umar. “Suatu tempat namanya Dzat Lazha (yang memiliki nyala api),” kata orang tersebut. Pada akhirnya Umar berkata, “Pulanglah, sungguh rumahmu telah terbakar.” Orang itu langsung pulang dan dujumpai rumahnya terbakar sebagaimana yang dikatakan oleh Umar.(Mukhtashor Zadul Ma’ad karyaSyaikhMuhammad bin Abdul Wahhab, tahqiq Basyir Muhammad ‘Uyum, hlm. 111, terbitan Maktabah Darul Bayan,Damaskus,cet. Pertama,1413 H)2
DIANGGAP SUNNAH NABI PADAHAL BUKAN
Banyak orang beranggapan bahwa menduduki bagian dalam telapak kaki kiri dan menegakkan betis kaki kanan (jegang,Jawa) ketika makan adalah suatu hal yang dianjurkan karena itulah yang Nabi lakukan. Ini adalah anggapan yang kurang tepat karena hadits yang menjadi dasar anggapan ini adalah hadits yang lemah.
Tentang tata cara duduk seperti itu al-Hafizh al-‘Iraqi mengatakan: Diriwayatkan oleh Abul Hasan bin al-Muqri dalam kitabnya yang berjudul al-Syama’il dengan redaksi ,”Kebiasaan Nabi jika duduk untuk makan beliau memilih posisi duduk orang yang gelisah dengan menjadikan lutut kaki kiri sebagai tumpuan agar mudah bangkit berdiri dan menegakkan betis kaki kanan kemudian mengatakan,’Aku hanyalah seorang hamba.Aku makan sebagaimana seorang hamba sahaya makan dan aku berbuat sebagaimana seorang hamba sahaya berbuat.’ “Namunj, sanadnya lemah.3
TIDAK SEMUA TEPUK TANGAN TERLARANG
Pertanyaan, “Apa hukum tepuk tangan untuk
Laki-laki di acara seminar dan berbagai pertandingan?”
Jawaban Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin, “Tepuk tangan untuk laki-laki itu ada tiga kategori:
Pertama, tepuk tangan yang dijadikan sebagaimana yang dilakuakan oleh orang-orang musrik di dekat Ka’bah. Tepuk tangan jenis ini jelas hukumnya haram. Alloh berfirman yang artinya, “Sholat mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan” (QS al Anfal:35)
Kedua, tepuyk tangan yang dijadikan sebagai hiburan. Tepuk tangan jenis ini terlarang, boleh jadi hukumnya haram, minimal hukumnya adalah makruh.
Ketiga, tepuk tangan yang dijadikan sebagai penyemangat. Artinya ada kebiasaan yang dimasyarakat bahwa orang yang mendapat aplaus akan semangat untuk melakukan apa yang sedang dia lakukan. Tepuk tangan jenis ini hukumnya adalah tidak mengapa karena hukum asal untuk perkara non ibadah adalah halal mubah.
Betapa gembiranya seorang siswa yang mendapatkan aplaus ketika memberikan jawaban yang benar dalam kelas, Yang aku maksudkan adalah siswa sekolah dasar, sedangkan kalian para mahasiswa, tepuk tangan tidaklah penting bagi kalian. Betapa senangnya siswa tersebut. Boleh jadi dia akan loncat-loncat karena perasaan gembira yang tidak karuan. Apakah hal semacam ini kita larang tanpa dalil?!
Adapun hadits Nabi, ‘Tepuk tangan itu untuk perempuan sedangkan bacaan tasbih itu untuk laki-laki,’4 hadits ini berlaku dalam sholat (bukan dalam semua keadaan).”
(Fatwa ini beliau sampaikan pada sesi tanya jawab setelah berceramah dihadapan para mahasiswa Jami’ah al-Iman Ibnu Su’ud di Riyadh yang dilaksanakan di masjid universitas. Silakan baca buku Washoya wa Taujihat li Thullabil Ilmi yang dikumpulkan oleh Prof. Dr. Sulaiman bin Abdulloh bin Hamud Abu al-Khoil, Rektor Jami’ah al-Iman Ibnu Su’ud saat ini, hlm. 65, terbitan Dar Ibnul Haitsam Kairo, cet. Pertama, 1426 H)
JAM TANGAN DI TANGAN KIRI, HARAM ?
Syaikh Ibnu Baz mengatakan,”Tentang jam tangan, boleh dipakai di tangan kanan, boleh pula di tangan kiri. Dalam hadist yang shohih disebutkan bahwa Nabi terkadang memakai cincin di tangan kiri. Ini menunjukan adanya kelonggaran dalam masalah ini. Jam tangan itu semisal dengan cincin. Jika dipakai di tangan kanan atau tangan kiri hukumnya adalah tidak mengapa.”5
Ibnu Utsaimin mengatakan,”Ketahuilah bahwa ketika muncul jan tangan banyak orang yang memakainya di tangan kiri dengan pertimbangan gerak tangan kanan tidak terganggu dengan adanya jam tangan. Jika ada jam tangn di tangan kanan maka orang akan kerepotan untuk beraktivitas. Aktivitas tangan kanan itu lebih banyak dari pada tangan kiri. Kebutuhan orang untuk menggunakan tangan kanan itu lebih banyak sehingga mereka meletakkan jam tangan ditangan kiri itulah yang lebih nyaman. Disamping itu, biasanya orang itu beraktivitas dengan tangan kanan sehinga tidak menutup kemungkinan jam tangan bisa rusak dikarenakan benturan jika diletakkan di tangan kanan. Karena beberapa pertimbangan tersebut, banyak orang memilih untuk meletakkan jam tangan di tangan kiri.
Ada orang yang berprasangka bahwa yang lebih baik adalah meletakkan jam tangan di tangan kanan dengan alasan mengutamakan tangan kanan dari pada tangan kiri. Namun, prasangka ini tidak dibangun landasan yang benar karena terdapat hadits shohih dari Nabi bahwa Nabi memakai cincin di tangan kanan terkadang di tangan kiri.
Boleh jadi kita katakan bahwa memakai cincin di tanagn kiri itu yang lebih baik supaya lebih mudah dilepasnya – jika diperlukan – dengan menggunakan tangan kanan. Jam tangan itu lebih tepat jika disamakn dengan cincin. Sebab itu, menggunakan jam tangan di tangan kanan itu tidaklah lebih baik dari pada menggunakan jam tangan di tangan kiri dan sebaliknya. Jadi, ada kelonggaran dalam masalah memakai jam tangan. Jika anda mau bisa anda letakkan di tangan kanan, bisa juga Anda letakkan di tangan kiri. Semuannya hukumnya adalah tidak mengapa.” (Syarh Riyadhush Sholihin Jilid 4 hlm. 176-177, terbitan Madrun Wathon, Riyadh, cet.1426 H) di kutip : Majalah al-FURQON
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar...asal tetap dalam koridor yang santun