At Tauhid edisi VIII/7
Oleh: Arif Rohman Habib
Hari kasih sayang. Begitulah nama yang disematkan
setiap tanggal 14 Februari ini. Pada hari yang lebih populer dengan nama hari
Valentine ini, banyak kawula muda mengekspresikan rasa cinta mereka kepada
kekasihnya (baca: pacarnya) dengan beragam cara..
Sejarah Kelam
Terdapat banyak versi yang menyebutkan asal-usul hari
Valentine. Dari sekian banyak sumber yang beredar, hari Valentine pertama kali
dijadikan hari perayaan gereja oleh Paus Gelesius I yang saat itu menjadi
penguasa Romawi pada tahun 496 M. Upacara ini dinamakan Saint Valentine’s Day
untuk mengenang St. Valentine yang mati pada tanggal 14 Februari. St. Valentine
konon adalah seorang pendeta di masa Kaisar Claudius II. Pada masa
pemerintahannya, Kaisar Claudius II melarang para tentara bujangan untuk
menikah disebabkan tentara yang sudah menikah akan menjadi lembek dan lemah
untuk berperang. Namun, St. Valentine melanggarnya dan diam-diam ia menikahkan
banyak tentara muda sehingga ia pun ditangkap dan dan dihukum gantung pada 14
Februari 269 M (Dari berbagai sumber).
Para pembaca rahimakumullah, seorang muslim
yang cemburuan terhadap agamanya niscaya tidak rela merayakan hari Valentine.
Sadar atau tidak, ketika merayakan hari Valentine, berarti dia ikut melakukan
penghormatan kepada orang Nasrani yang dianggap sebagai ‘pahlawan cinta’.
Cukuplah dua hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini
sebagai peringatan bagi setiap insan yang meyakini bahwa Rasulullah Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam adalah utusan Allah dan suri tauladannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa
bertasyabbuh (menyerupai) suatu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum
tersebut” (HR. Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad shahih). Di dalam hadits
ini, terdapat ancaman keras bagi seorang muslim yang bertasyabbuh (menyerupai)
kepada orang kafir. Telah diketahui bersama bahwa Hari Valentine merupakan
perayaan orang-orang kafir. Oleh sebab itu, jika ada seseorang ikut merayakan
hari Valentine, berarti dia telah menyerupai orang kafir.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga
bersabda: “Sungguh kalian benar-benar akan mengikuti jalan orang-orang
sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sampai-sampai
jika seandainya mereka memasuki lubang dhabb (sejenis biawak) niscaya kalian
akan ikuti pula”. Kami (para sahabat) bertanya “Wahai Rasulullah,
(mereka itu) Yahudi dan Nasrani?”. Rasulullah menjawab “Siapa lagi?”
(HR. Bukhari-Muslim).
Para pembaca rahimakumullah, di masa sekarang
ini, jalan hidup Yahudi dan Nasrani mana yang tidak ditiru kaum muslimin? Mulai
gaya berpakaian, gaya makan, gaya penampilan, gaya hidup, sampai gaya beragama
banyak membebek kepada Yahudi dan Nasrani. Termasuk pula ketika hari Valentine.
Saling memberi coklat, bunga, kado, pergi ke pesta, serta gaya hidup
orang-orang Yahudi dan Nasrani lainnya banyak kita dapati pada hari tersebut.
Lantas, kemana rasa ridha dan bangga kita terhadap agama Islam sehingga harus
mengikuti tradisi dan kebiasaan orang kafir?
Kelabu Di Hari Valentine
Pembicaraan seputar hari Valentine umumnya tidaklah
lepas dari hubungan ‘cinta’ sepasang kekasih. Terlebih di zaman sekarang,
dimana rasa malu telah lenyap dari sanubari tiap insan serta syariat Islam yang
telah dibuang jauh di belakang punggungnya membuat pecinta kebaikan hanya bisa
mengelus dada sedih melihat kenyataan yang ada. Padahal, syari’at Islam yang
mulia ini telah membuat batasan-batasan hubungan pergaulan antar lawan jenis,
di antaranya sebagai berikut.
1. Islam memerintahkan untuk menundukkan pandangan
ketika melihat lawan jenis yang bukan mahram
Allah ta’ala berfirman (yang artinya) “Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menundukkan pandanganya,
dan menjaga kemaluannya (dari hal-hal yang haram); yang demikian itu adalah
lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka
perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menundukkan
pandangannya, dan menjaga kemaluannya (dari yang haram)”. (QS. An-Nur:
30-31).
Dari Jarir bin Abdullah radhiallahu ‘anhuma,
beliau berkata “Aku bertanya kepada Rasulullah tentang pandangan yang tiba-tiba
(tanpa sengaja), maka beliau menjawab, “Palingkanlah pandanganmu!” (HR.
Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi)
2. Islam melarang untuk saling menyentuh dan
ber-ikhtilath (campur baur) antar lawan jenis yang bukan mahram
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
“Sungguh jika kepala kalian ditusuk dengan jarum besi, hal itu lebih baik
baginya daripada menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya” (HR.
Thabrani dengan sanad hasan).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga
bersabda “Telah ditetapkan bagi anak Adam bagiannya dari zina, pasti dia
akan melakukannya. Kedua mata, zinanya adalah dengan memandang. Kedua telinga,
zinanya adalah dengan mendengar. Lisan, zinanya adalah dengan membicarakannya.
Tangan, zinanya adalah dengan memegang. Kaki, zinanya adalah dengan melangkah.
Sementara qalbu berhasrat dan berangan-angan, maka kemaluanlah yang
merealisasikan hal itu atau mendustakannya” (HR. Bukhari-Muslim)
3. Islam melarang untuk berkhalwat (berduaan) antar
lawan jenis yang bukan mahram.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
“Jangan sekali-sekali salah seorang diantara kalian (wahai kaum pria)
berdua-duaan dengan seorang wanita, karena setan akan menjadi yang ketiga”
(HR. Ahmad dan Tirrmidzi dengan sanad shahih)
4. Islam menutup semua pintu yang akan menjerumuskan
seseorang ke dalam perbuatan zina.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya) “Dan
janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina adalah perbuatan yang keji
dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al Isra’ : 32).
Syaikh as Sa’di menjelaskan, “Larangan untuk mendekati
zina lebih keras daripada larangan melakukannya. Karena larangan mendekati zina
mencakup larangan untuk seluruh hal-hal yang akan mengantarkan dan mengajak
menuju perbuatan zina.” (lihat Taisirul Karimir Rahman)
5. Allah ta’ala mengharamkan surga bagi yang
membiarkan perbuatan keji dalam keluarganya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Ada
tiga golongan yang Allah haramkan surga untuknya: pecandu khamr (minuman
keras), anak yang durhaka kepada orang tuanya, serta dayyuts, yaitu orang yang
membiarkan perbuatan keji terjadi di rumahnya” (HR. Ahmad dengan sanad
shahih)
Para pembaca rahimakumullah, cobalah kita
berpikir jujur. Larangan mana yang tidak diterjang oleh para muda-mudi ketika
hari Valentine? Bahkan, pelanggaran syari’at tersebut banyak kita jumpai dalam
keseharian. Berpegangan, berboncengan, berpelukan, berciuman, sampai taraf
perzinaan, na’udzu billahi min dzalik. Ironisnya, para orang tua yang
semestinya mencegah hal-hal buruk terjadi di tengah keluarganya justru
membiarkan hal tersebut.
Di hari yang dikatakan sebagai hari ‘kasih sayang’ ini
(kalaulah itu benar), seharusnya hari tersebut diliputi oleh suasana cerah yang
penuh kebaikan, bukan diliputi oleh kelabu dosa dan pekatnya kemaksiatan. Tak
salah jika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengkhawatirkan umat
sepeninggal beliau tertimpa fitnah wanita. Beliau bersabda “Tidaklah aku
tinggalkan sepeninggalku fitnah (ujian) yang lebih membahayakan kaum laki-laki
daripada fitnah wanita” (HR, Bukhari-Muslim). Hanya kepada Allah-lah kita
memohon pertolongan.
Ketika ‘Cinta’ Bersemi
Mungkin banyak kawula muda yang mempertanyakan
bagaimana jika seseorang terlanjur jatuh cinta kepada orang lain yang sulit
sekali untuk menghilangkannya. Jatuh cinta diistilahkan oleh para ulama’ dengan
al-‘isyq. Ketika seseorang terkena al-‘isyq (mabuk cinta) kepada
lawan jenis, hendaknya dia memperhatikan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam berikut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Wahai
sekalian pemuda, barangsiapa diantara kalian mampu untuk menikah, maka
menikahlah. Karena menikah akan lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga
kemaluan. Barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena
puasa adalah tameng baginya” (HR. Bukhari-Muslim).
Dalam hadits ini, Nabi memberikan jalan keluar bagi
para pemuda yang tengah tinggi syahwatnya kepada lawan jenis untuk menikah,
karena menikah akan menundukkan pandangannya dari hal-hal yang diharamkan dan
akan menjaga kemaluannya dari perbuatan yang keji. Apabila belum mampu, jalan
lain adalah dengan berpuasa, karena puasa akan meredam gejolak syahwat terhadap
lawan jenis dengan sebab dia menahan diri dari makan dan minum. (lihat Taisirul
‘Allam karya Asy Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam).
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al Hamd hafizhahullah menjelaskan
ada 19 cara agar seseorang dapat terbebas dari al-isyq, di antaranya
yaitu:
- Berdoa kepada Allah dan meminta perlindungan kepada-Nya dikarenakan dia tengah tertimpa musibah berupa al-isyq.
- Hendaknya dia menyibukkan diri untuk perkara-perkara yang bermanfaat untuk dunia maupun akhiratnya supaya dia dapat terlupakan dari orang yang dia cintai.
- Senantiasa bermajelis ilmu, karena di dalamnya terdapat nasehat dan peringatan bagi setiap jiwa yang lalai dari akhiratnya.
- Melihat kekurangan orang yang dia cintai.
- Memperhatikan keadaan orang-orang yang terkena al-isyq. Betapa banyak orang yang menjadi ‘gila’ karena cinta? (disarikan dari Al-‘Isyq, Haqiqatuhu, Khathruhu, Asbabuhu, ‘Ilajuhu)
Untuk Muda Mudi
Terakhir, kami nasehatkan untuk para muda mudi untuk
mengasihi dan menyayangi dirinya masing-masing. Jangan sampai dengan maksud
mewujudkan rasa cinta kita kepada sang kekasih, justru bersamaan dengan itu
kita tidak menyayangi diri kita sendiri, yakni dengan membenamkan diri kita
kedalam ancaman Allah ta’ala berupa siksa yang keras disebabkan kita
menerjang larangan-larangan-Nya. Semoga Allah ta’ala memberikan petunjuk
serta menyelamatkan kita dari fitnah (ujian) ini. Wallahu a’lam bish shawab.
[Arif Rohman Habib]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar...asal tetap dalam koridor yang santun